Hello
Solo! Sebuah kota di Jawa Tengah yang lebih dulu dikenal dengan nama
Surakarta menjadi destinasi dalam negeri favorit gue di tahun 2018
ini. Bulan lalu gue diundang oleh The Nyaman Hotel untuk mengeksplor
Solo dan Karanganyar selama tiga hari dua malam. Hayo, ada yang
bisa menebak nggak selama berada di Solo gue ke mana saja?
Di
postingan kali ini gue hanya akan berbagi highlight perjalanan
selama 3D2N di Solo, Jawa Tengah. Untuk detail destinasinya akan gue
bahas di postingan berikutnya ya. Langsung saja yuk,
kita bahas perjalanan gue selama tiga hari di Solo.
[Baca juga: Pracimtuin Solo]
Day
1
Makan Siang di The Rocketz Café
Tiba
di Solo pada siang hari, gue dan teman-teman dijemput di bandara dan
langsung menuju ke The Nyaman Hotel untuk drop barang bawaan
sekaligus makan siang di The Rocketz Cafe yang juga ada di sana.
Kalian
pernah kondangan di Solo nggak? Kalau sudah, pasti familiar dengan
istilah piring terbang. Jadi para tamu yang hadir tak perlu jalan
mengambil makanan di meja prasmanan. Nanti akan ada waitress yang mendatangi tamu setu persatu untuk memberikan makanan.
Nah, sajian yang sudah jarang ditemui dalam acara pernikahan khas Solo adalah sup matahari. Siang itu kami disuguhi sup matahari yang dari penampilannya langsung buat gue pengen buru-buru motoin. Cakep banget! Rasanya juga enak. Seporsi sup matahari saja sudah cukup mengeyangkan. Eh, tiba-tiba datang lagi seporsi kwek-kwek atau yang mempunyai nama asli Tokneneng dalam bahasa Filipina. Kwek-kwek ini isiannya biasanya telur puyuh atau brokoli yang dibalut tepung, lalu disiram saus telur asin. Favorit gue banget yang ini!
Museum Tumurun
Destinasi
pertama yang gue datangi adalah Museum Tumurun. Bayangan museum yang
kuno dan lapuk sirna begitu melihat museum ini dari luar. Ternyata
nggak hanya dari luar saja, di dalamnya pun begitu modern.
Private
museum ini
hanya menerima maksimal 10 orang per sekali kedatangan. Kalian harus
membuat reservasi dulu sebelum datang. Untuk sekelas museum pribadi
seperti ini, Museum Tumurun nggak bisa dipandang sebelah mata.
Koleksi seninya terhitung cukup banyak, unik, dan out
of the box.
Pernah
lihat Floating Eyes di ArtJog 2017 lalu? Atau setidaknya pasti
teman-teman yang aktif di social media pernah lihat di foto-foto
orang yang pernah ke ArtJog. Karya ini merupakan salah
satu masterpiece yang
ada di museum ini.
Kerennya
lagi, museum ini gratis, lho!
Pemiliknya, Bapak Iwan Kurniawan Lukminto, yang juga pemilik dari PT.
Sri Rejeki Isman (Sritex), kebetulan hadir saat itu dan menyambut
kami dengan hangat. Beliau menginginkan museum ini bisa menjadi
sarana edukasi dan hiburan bagi anak-anak sekolah. Itulah sebabnya
nggak ada pungutan biaya sama sekali untuk bisa menikmati karya seni
di dalamnya.
Walking Tour di Kampung Batik Laweyan
Persinggahan
kedua kami adalah Kampung Batik Laweyan. Jika ingin mengenal budaya
dan secuil sejarah Kota Solo, datanglah ke kampung ini. Gue dan
teman-teman diajak tim The Nyaman Hotel untuk keliling Kampung Batik
Laweyan.
Sore
itu dipandu oleh dua orang pemandu yang sudah fasih betul tentang
setiap sudut kampung. Tur dimulai dari Masjid Laweyan yang juga
mempunyai nilai sejarah panjang. Bentuk bangunannya sepintas
menyerupai pura yang berundak. Gue dan teman-teman menyempatkan untuk
shalat dulu di sini sebelum akhirnya benar-benar memulai tur. Untuk
ukuran masjid tua, kebersihannya masih terjaga dan sedang ada
perbaikan juga saat itu.
Selanjutnya
kami berhenti di salah satu toko batik yang letaknya berada di
dalam gang sempit. Hanya bisa dilalui oleh satu motor. Toko batik
yang ada di Kampung Laweyan ini semuanya merupakan home
industry.
Dijalankan secara turun temurun sampai sekarang. Bentuk
rumah-rumahnya juga unik. Kalau kalian pernah berkunjung ke Bali,
sepintas mirip dengan rumah-rumah yang ada di Ubud. Jadi setelah
pintu utama, ternyata di dalamnya ada beberapa rumah lagi, kurang
lebih satu sampai empat rumah.
Hampir
di tiap toko-toko yang ada di sana juga menyediakan workshop
pembuatan batik. Toko yang kami kunjungi kali ini namanya Toko
Cempaka. Kain berukuran segi empat, seukuran sapu tangan, sudah
disediakan beserta dengan koran sebagai alas, canting dan malam untuk
melukis pola batiknya.
Sang
pemilik toko mengajari tahapan dasar membuat batik. Selanjutnya
adalah bagaimana kalian berkreasi dan menuangkan ide dalam warna dan
pola di kain sesuai keinginan kalian. Kain yang disediakan sudah
digambarkan pola dasarnya, jadi kalian tinggal membubuhkan malam di
atasnya. Setelah itu, baru diberi warna.
Gue
mengambil pola yang paling sulit. Bukan mau sok-sokan, tapi nggak
tahu kalau ternyata ada pola yang lebih sederhana. Jadinya ya
hasilnya paling jelek sendiri. #AlasanBelaka
Tapi
pengalaman membuat batik di Kampung Batik Laweyan memang seru sekali.
Hasilnya bisa kita bawa pulang jika sudah kering. Nah, sambil
menunggu hasil kreasi batiknya selesai, kami melanjutkan walking
tournya dulu.
Kami
juga diajak singgah ke rumah Bapak Muryadi. Tampak luar
mungkin bangunan rumahnya terlihat biasa saja, namun yang
membuat rumahnya istimewa adalah ternyata di dalam
rumahnya terdapat bunker atau ruang bawah tanah yang dulu
digunakan untuk menyimpan harta benda. Rumah ini merupakan
satu-satunya rumah yang masih memiliki bunker di Kampung
Laweyan. Kami dipersilakan untuk mencoba turun ke dalam bunker,
tapi gue lebih memilih melihat dari atas saja. Ngeri, takut
kayak Atun kejepit tanjidor. T.T
Sepertinya
banyak sekali yang akan gue sampaikan mengenai Kampung Batik Laweyan
ini. Jadi akan gue lanjutkan di postingan berikutnya ya.
Makan Malam di Wedangan Kebon Koelon
Setelah
diberikan kesempatan untuk mandi dulu di hotel, kami langsung diajak
ke Wedangan Kebun Koelon. Konsepnya memang seperti sedang makan di
kebun. Sementara Koelon (dibaca: kulon), artinya adalah barat. Konon
karena berada di sebelah barat Kota Solo.
Jadi
ada menu apa saja di Wedangan Kebon Koelon? Ada buanyuaaak! Sepintas
memang mirip angkringan di Jogja. Ada nasi kucing, menunya berupa
sate-satean yang bisa kalian pilih sesuka hati, tapi duduknya nggak
lesehan. Tempatnya luas banget, beberapa mobil juga bisa parkir di
sini. Hanya saja jalanan menuju ke sini agak sempit.
Secara
keseluruhan menu-menu di sini cukup enak. Sambalnya juga pedas
banget, padahal ekspektasi gue sambalnya bakal terasa manis karena di
Solo. :D
Day
2
Bersepeda Keliling Hotel
Siapa
yang suka olahraga pagi? The Nyaman Hotel menyediakan fasilitas
bersepeda yang bisa digunakan para tamu. Nggak jauh dari hotel,
ternyata ada area persawahan di tengah-tengah perumahan warga. Tak
jarang gue pun bertukar sapa dengan para warga yang ada di sana. Seru
banget!
Rumah Atsiri Indonesia
Hari
ini main agak sedikit jauh menuju daerah Karanganyar, tetangganya
Solo. Rumah Atsiri Indonesia ini berisi museum, kebun, dan
restaurant. Bisa dibilang tempat ini merupakan spot wisata edukasi
yang sangat menarik. Kami dijelaskan mengenai sejarah bagaimana Rumah Atsiri Indonesia ini bisa bertahan sejak tahun 1961 sampai sekarang,
lalu dijelaskan mengenai tanaman-tanaman atsiri yang ada di sana, dan
ikut workshop cara membuat massage oil dari essential oil yang
dihasilkan di Rumah Atsiri Indonesia.
Dari
kunjungan singkat ini, gue baru mengetahui mengapa harga essential
oil bisa begitu mahal dan khasiatnya yang memang sudah tersohor.
Objek foto yang instagramable juga ada banyak banget ternyata. Bagus
banget deh!
Gue
juga sempat beli essential oil di sini. Berhubung rambut gue sedang
rontok, jadi gue bertanya pada stafnya, essential oil apa yang cocok
untuk permasalahan gue. Akhirnya gue direkomendasikan untuk mencoba
minyak Pathcoli (75k IDR) atau Rosemary (150k IDR). Ya sudah ditebak
donk ya gue pilih yang mana #SobatMissqueen
Setelah
makan siang di restaurantnya yang ternyata punya halaman yang sangat
cantik, kami pun beranjak ke destinasi selanjutnya.
Rumah Teh Ndoro Donker
Sore
hari memang paling enak ngeteh di kebun teh. Kali ini masih berada di
Kabupaten Karanganyar, Rumah Teh Ndoro Donker berada persis di Kebun
Teh Kemuning. Lokasinya mudah ditemukan karena ada di pinggir jalan
besar.
Begitu
masuk, langsung disambut dengan dekorasi vintage yang menarik
perhatian. Rupanya rumah teh ini menyimpang banyak cerita. Dahulu ada
seorang keturunan Belanda yang tinggal di sana bernama Tuan Donker,
yang akhirnya menikah dan menetap cukup lama. Makanya dinamakan
demikian.
Jika
ingin membawa pulang teh sebagai souvenir. Tersedia banyak sekali teh
dengan berbagai jenis dan kemasan cantik. Harganya pun bervariasi.
Kami nggak menghabiskan waktu terlalu lama di sana, karena masih
ingin mengejar sunset di destinasi selanjutnya.
Candi Ceto
Perhentian
selanjutnya sore itu adalah Candi Ceto. Sekitar 10 tahun lalu, gue
sudah pernah ke sini. Jauh sebelum gue menulis di blog. Akhirnya bisa
kembali lagi ke sana.
Medan
yang harus ditempuh untuk sampai ke candi ini sungguh terjal. Kalian
akan banyak menemui tikungan tajam dan curam. Candi Cetho berada di
ketinggian 1496 mdpl. Udaranya cukup sejuk dan kabut pun sering turun
jika sore hari. Beruntung pada saat kami datang, cuaca cukup cerah
dan kabut belum turun.
Mayoritas
penduduk di sini beragama Hindu. Tak heran jika menemui masyarakat
yang beribadah di candi ini. Jadi harus tetap menjaga perilaku selama
berada di Candi Cetho. Harga tiket masuknya 7k IDR per orang. Setiap
pengunjung yang datang diwajibkan memakan kain yang dililit di
pinggang layaknya masuk ke candi-candi yang lain. Candinya
memang berundak, jika membawa orangtua maupun anak kecil harap lebih
diperhatikan, ya.
Begitu
tiba di sana langsung disambut gapura besar mirip seperti di Pura
Lempuyangan Bali. Cantik dan megah! Kalau
ke sini lebih baik sore, genks. Karena sunsetnya luar biasa bagusnya,
apalagi kalau cuaca cerah.
Makan Malam di Pecel Solo
Malam
itu ditutup dengan makan malam di Pecel Solo. Tempat yang dipilihkan
oleh tim The Nyaman Hotel kali ini juga nggak kalah unik. Ada banyak
dekorasi khas Jawa klasik yang memanjakan mata para pecinta
barang-barang vintage.
Where to Stay
Selama
tiga hari berada di Solo, gue menginap di The
Nyaman Hotel yang
berlokasi di Jalan Fajar Indah 1. Jaraknya sekitar 20 menit
berkendara dari Adi Sumarmo International Airport dan 15 menit dari
Stasiun Solo Balapan. Ratenya pun sangat terjangkau, hanya Rp.
200Ribuan per malam. Kalau sharing dengan teman jadi terasa lebih
hemat lagi.
Dengan
itinerary yang padat seharian, hal yang paling dibutuhkan adalah
mandi dengan air panas dan istirahat dengan nyaman. Favorit gue dari
kamar yang gue tempati adalah kamar mandinya mempunyai dua shower.
Ada shower yang model tanam gitu, plus yang model attachable dan bisa
diganti jenis pancurannya. Kalau sudah lelah setelah seharian
jalan-jalan, nggak ada yang lebih menyenangkan dari mandi air hangat. Tubuh jadi terasa segar kembali.
Bonusnya, ternyata banyak spot menarik juga untuk foto. Teman-teman gue yang extend dua hari pun akhirnya meneruskan menginap di hotel ini saking nyamannya. Jadi ogah pindah-pindah hotel.
Getting There
Ada
banyak cara menuju Solo. Tinggal disesuaikan saja menurut kemampuan
dan preferensi masing-masing.
Pesawat
Bandar
udara terdekat adalah Adi Sumarmo International Airport yang terletak
di Boyolali. Namun banyak orang yang mengira bandara tersebut berada
di Solo. Yaaa seperti Soekarno-Hatta International Airport saja, yang
masih banyak mengira berada di Jakarta, padahal ada di Tangerang.
Boyolali dan Solo memang bertetangga, genks. Harga tiket pesawat one
way normalnya
rata-rata mulai Rp.300ribuan sampai Rp. 500Ribuan. Dengan naik pesawat, bisa memangkas waktu tempuh yang bisa dicapai hanya dengan satu jam perjalanan dari Jakarta.
Begitu
tiba di bandara bisa naik Trans Solo, harganya sekitar Rp. 8,000 per
orang. Taksi online juga sudah banyak di sana. Kebetulan gue sudah
dapat fasilitas airport transfer dari hotel, jadi langsung dijemput
begitu tiba di sana.
Kereta
Harga
tiket kereta tergantung kelas dan musimnya. Untuk kelas ekonomi
biasanya mulai Rp. 100Ribuan, sementara yang eksekutif sekitar Rp.
300Ribuan – Rp. 600Ribuan. Solo mempunyai tiga stasiun, yaitu
Stasiun Jebres, Stasiun Purwosari, dan Stasiun Balapan Solo.
Pas
balik dari Solo ke Jakarta, gue lebih memilih naik kereta.
Pertimbangan gue adalah jam keberangkatan malam yang memungkinkan gue
tetap bisa eksplor Solo lebih lama. Karena pas gue cek, ternyata jam
keberangkatan pesawat dari Solo ke Jakarta paling malam itu pukul
19:30. Kereta yang gue ambil pukul 21:30. Lumayan kan masih sempat
sunset-an di Solo sebelum pulang ke Jakarta. Waktu tempuh dari Jakarta sekitar delapan jam perjalanan.
Bus
Harga
tiket bus ke Solo juga bervariasi. Dari Jakarta, biasanya berangkat
dari Terminal Kampung Rambutan. Untuk kelas VIP biasanya seharga Rp.
170,000. Sementara untuk kelas sleeper bus, di mana kaki dan punggung
bisa leluasa selonjoran selama 13 jam, harganya sekitar Rp. 325,000.
Getting Around
Transportasi di Solo sudah cukup memadai. Ditandai dengan kehadiran taksi dan ojek online yang sudah cukup sering gue temui selama berada di sana. Kalau nggak mau repot, bisa sewa mobil d Mata Trans Solo. Tinggal tanya saja ke resepsionis hotel.
****************************************************
Setelah
berada di Solo selama tiga hari, hal yang gue sadari adalah ada
banyak sekali objek wisata menarik yang ada di Solo dan sekitarnya.
Di Solo nya saja sudah ada banyak, apalagi spot-spot kulinernya, nah
di daerah tetangganya seperti Karanganyar, Boyolali, dan Klaten yang
bisa dimampiri pun nggak kalah banyak. Jadi kalau dibilang tiga hari
di Solo itu cukup, gue nggak setuju.
Rasanya
mau extend
lebih lama lagi di sana untuk eksplor lebih banyak spot-spot menarik.
Oh
iya, di hari ketiga sebenarnya adalah hari bebas. Gue dan Dian
akhirnya memutuskan untuk menghadiri Festival Grebek Maulud yang
diadakan di Keraton Surakarta. Sementara teman-teman yang lain ada yang memanfaatkannya untuk melanjutkan istirahat, bahkan ada yang sudah pulang juga. Kira-kira kayak apa keseruan di hari ketiga ini? Stay
tune
ya di missnidy.com!
26 Comments
Banyak juga yang yang bisa dilihat selama 2 hari di Solo. Desa puas-puasin jalan dan memotret untuk kebutuhan blog. Aku waktu ke Laweyan sudah sudah sampai ke muka rumah Pak Mulyadi tapi tidak masuk ke bungker gara-gara yang punya rumah sedang tak berada di tempat
ReplyDeleteWah, sayang ya, mbak. Padahal sudah sampai depan rumahnya. Kemaren beliau lagi sehat bugar, asyik banget diajak ngobrol.
DeleteFix ini akan jadi referensi saya kalau ke Solo, Kak. Makasih banyak sudah sharing. Btw, foto-fotonya keceeeeh semua.
ReplyDeleteMakasih Mas Edy!
DeleteHi, Nidy! Salam kenal, ya. Terima kasih sudah membagikan tulisan ini. Solo memang jadi salah satu destinasi yang pengin aku kunjugi. Gak perlu lagi deh susah-susah cari itinerary ������
ReplyDeleteSalam kenal Sintia! Hehehe
DeleteMakasih udah mampir yaa
Gak nyangka yaaa perjalanan ke Solo mengesankan sekali. Gw jadi tau kalo kita bukan anak sabaran makanya gak cocok jd pembatik hahahahahaa
ReplyDeleteBeneerrr.. :))
DeleteUdah beli aja yang jadi dah, itung-itung membantu perekonomian Indonesia #alasan
Widiiihhh asik banget bisa diundang hotel di Solo, kak. Itu ada kak Griska Gunara juga, ya.
ReplyDeleteLokasinya di pinggir kota apa gimana, kak? Kok sampai ada persawahan gitu. Harganya murah bangeeettt even buat ukuran kota Solo sekali pun.
Nggak cuma di Solo, di Jogja sistem makan kondangan juga seperti itu, ala carte dengan piring terbang, tamunya juga duduk. Bukan standing party prasmanan ala resepsi modern.
Kalau ke pusat kota kurang lebih 15 menit. Jadi jaraknya di pertengahan gitu deh.
DeleteIya sama Kak Griska juga, gi.
Oh Jogja juga ya. Gue baru tahu :D
Terus terang kemaren mau ke Solo. Ciman bingung mau kemana. Coba baca ini dulu..huhu komplit dan seru banget. Gambar2nya gorjess seperti biasa
ReplyDeleteJika sudah terang, silakan teruskan perjalanan ke Solo, kak :D
DeleteMakasih Kak Aip!
Solo ternyata keren juga ya. Ada banyak tempat yang bisa disinggahi. Kota tetangga yang emang siiiiip. (y) (y)
ReplyDeleteIya, nggak nyangka juga di Solo ada banyak tempat kece
DeleteBanyak juga bloger yang di undang, kak. Kirain Keraton Solo bakal jadi destinasi pertama, ternyata malah nggak masuk sama sekali di list. Hehe...
ReplyDeleteDulu awal-awal kondangan di Solo juga kaget sama tradisi piring terbang begini. Berasa beda banget kalau dibandingin kondangan di rumah, yang bisa bebas pilih makanan apa aja, asal perut masih kuat.
Mungkin karena Keraton Solo udah jadi main attraction, jadi mungkin sebagian orang pasti udah pada ke sana. Jadi ini lebih eksplor ke tempat-tempat yang mungkin belum terlalu hits. Tapi hari ketiga gue ke keraton kok.
DeleteAku gagal fokus sama wallpaper di-hape, Ingatlah, Kau miskin!!! Astagaaa, sangat tendensius ya itu. Bikin kita gak jadi lapar. hahahaha
ReplyDeleteLangsung hapus semua barang di keranjang marketplace, makan pesannya indomi aja. T.T
DeleteAku penasaran nunggu cerita Rumah Atsiri-nya. Ngikutin cerita sejak bangunan itu mangkrak, direnovasi, dan dialihfungsikan seperti sekarang, pengen ke sana belum kesampaian.
ReplyDeleteNanti bakal aku tulis mbak :D
Deletemasih ada keraton, pasar klewer, kebun teh, tawangmangu. fix perlu balik ke solo lagi mba' :)
ReplyDeleteFix kamu nggak baca sampai habis :)
DeleteTernyata banyak juga yang tempat wisatanya. Terakhir ke sana cuma mampir ke pasar klewer doang itu juga singkat banget.. sepertinya memang harus main ke Solo lagi nih :)
ReplyDeleteMungkin ini petunjuk supaya balik lagi ke Solo :D #eaa
DeleteWah ini rekomendasinya bagus-bagus banget mbak. Cukup sering mampir solo untuk short escape tapi seringnya bingng mau ke mana aja :" makasih mbak
ReplyDeleteTiap ke sole gak pernah ke tempat-tempat ini, next trip kalo ke solo coba mau mampir museum, candi cetho dan nyobain wisata kuliner lain..hihi
ReplyDeletePlease notice: Subscribe to my blog before you leave a comment. Any active link on comment will be automatically deleted. Thank you for reading!