Gue pengen tanya deh sama kalian. Kalau misalkan nih ya, (amit-amit) kalian terkena musibah, berapa lama waktu yang kalian butuhkan untuk bisa move on? Atau mungkin ada juga yang sudah jatuh tapi merasa udah gak ada asa untuk bangkit?
Gue mau cerita tentang sebuah desa yang berhasil bangkit dan merubah nasib menjadi jauh lebih baik bahkan dari sebelum desanya ditimpa bencana tersebut.
Beberapa tahun yang lalu, bencana datang besar ke sebuah daerah di pesisir pantai Brebes, bernama Desa Kaliwlingi, tepatnya di Dukuh Pandansari. Kala itu, para penduduk Dukuh Pandansari berlomba-lomba merambah usaha tambak udang, lantaran tergiur melihat kesuksesan seorang pengusaha tambak. Lahan-lahan kosong hingga hutan mangrove yang tumbuh alami dibabat habis oleh mereka untuk segera dirombak menjadi tambak udang.
Tanpa mereka sadari, hutan mangrove yang sudah dibabat tersebut mengakibatkan abrasi. Perlahan daratan mulai terkikis. Puncaknya pada tahun 1995, abrasi secara besar-besaran terjadi di sana hingga menelan daratan sekitar 850 hektar. Maksud hati mau untung, malah jadi buntung.
Pada tahun 2008, Bapak Mashadi dan Bapak Rusjan mulai berinisiatif menanam kembali pohon mangrove agar gak ada lagi kejadian serupa kelak. Dengan segala upaya mulai dari mengetuk pintu ke pintu rumah penduduk hingga mencari sponsor sampai keluar negeri pun sudah dilakukan. Penduduk mulai sadar dan ikut bebenah. Dengan segala ikhtiar yang dijalankan, hasilnya pun gak sia-sia. Hutan Mangrove Pandansari kini sudah berhasil menyabet berbagai macam penghargaan. Diantaranya yaitu piala kalpataru pengabdi lingkungan tahun 2015 yang diterima oleh Bapak Mashadi, juara 3 nasional kategori kelompok tani hutan berprestasi 2016, dan masih banyak lagi. Tiap tahunnya gak pernah absen menerima penghargaan. Salut!
Selain bermanfaat untuk kelestarian lingkungan desa, sekarang Hutan Mangvove Pandansari sudah disulap menjadi objek wisata yang mulai ramai pengunjung. Awalnya memang pengelola hutan belum berniat untuk membukanya untuk umum, tapi ternyata banyak sekali permintaan dari masyarakat yang tinggal di luar Desa Kaliwlingi. Mereka penasaran seperti apa hutan mangrove yang sudah sering menjadi juara penghargaan pelestarian lingkungan ini. Menurut gue sih, daripada para peminat itu hanya datang berkunjung secara gratis dan gak memberi manfaat bagi warga desa yang sudah capek-capek membuat hutan mangrove tersebut, memang lebih baik segera dikomersialkan. Toh biaya retribusi tersebut nantinya juga berguna untuk mengelola dan mempercantik penampilan hutan mangrove tersebut. Belum lagi kalau ada ulah para pengunjung yang malas buang sampah pada tempatnya, kan kasihan pengelola yang harus membersihkannya. Sebab mungutin sampah itu pasti bakal keringatan, keringatan itu butuh mandi, mandi itu butuh sabun, dan sabun itu butuh uang buat belinya. :p
Harga tiket untuk berkunjung ke hutan mangrove ini hanya 15k IDR saja. Harga tersebut sudah termasuk penyewaan kapal tradisional ke hutan mangrove yang berada di tengah lautan, dan kunjungan ke pulau pasir. Tergolong relatif murah, kok. Kedepannya nanti tiket masuk ke hutan mangrove ini akan dibundling dengan souvenir berupa batik yang dibuat langsung oleh penduduk desa. Pulang jalan-jalan nanti bawa oleh-oleh kenangan dan batik, deh.
Untuk menuju hutan mangrove sari memang masih sulit. Gak ada angkutan umum yang mengantarkan sampai pintu gerbang. Jalanannya pun rusak parah, belum lagi harus pelan-pelan tiap kali berpapasan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan. Di kanan kiri jalan hanya ada lahan pertambakan.
Track di dalam hutan mangrove cukup panjang, tapi dijamin seru karena seolah-olah jalur trekkingnya gak berujung. Di tengah-tengah hutan juga ada menara pandang. Dari sana kita bisa melihat seluruh hutan dari ketinggian. Soal toilet dan warung juga sudah tersedia kok di hutan mangrove. Oh iya, rencana ke depannya nanti jalur track yang terbuat dari kayu di hutan mangrove, akan dicat dengan motif batik brebesan atau salem. Supaya pengunjung gak cepat merasa bosan, dan memperbanyak spot foto kekinian. :D
Perairan yang ada di sekitar hutan mangrove sebenarnya dulunya adalah daratan, namun karena abrasi lah yang mengubahnya menjadi seolah-olah lautan. Kedalamannya gak sampai 1,5 meter kok. Kalau pengunjung tertarik untuk snorkeling, pengelola siap mengantar ke spot-spot yang sudah disediakan pengelola. Penasaran sih seperti apa spot snorkelingnya. Sayangnya karena kami datang sudah kesorean, jadi gak banyak aktivitas yang bisa kami lakukan dan eksplor lagi. Next time, rasanya perlu deh balik lagi ke sana untuk mencoba lebih banyak aktivitas yang ditawarkan pengelola atau hanya berburu sunset cantik.
Desa Kaliwlingi sudah memberikan contoh baik bagi kita semua. Bukan hanya bagi penduduknya, tapi juga orang-orang yang datang ke sana. Tuhan gak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hambaNya. Mereka yang tinggal di Desa Kaliwlingi setidaknya sudah paham benar soal itu. Berkat usaha yang gak pernah putus, kini mereka tinggal memanen apa yang mereka tanam. Daripada terus menyalahkan nasib, lebih baik memperbaiki nasib, toh.
Belajar dari kesalahan orang lain itu lebih baik daripada kesalahan diri sendiri. Kita gak perlu merasakan sakitnya jatuh untuk tahu seberapa dalam lubang yang ada di depan kita. Alangkah indahnya kalau kita menjaga kelestarian lingkungan sebelum alam mengambilnya kembali. Foto-foto boleh, menginggalkan kenangan bareng mantan di objek wisata juga boleh banget, tapi jangan pernah meninggalkan sampah di sana. :p
Selain bermanfaat untuk kelestarian lingkungan desa, sekarang Hutan Mangvove Pandansari sudah disulap menjadi objek wisata yang mulai ramai pengunjung. Awalnya memang pengelola hutan belum berniat untuk membukanya untuk umum, tapi ternyata banyak sekali permintaan dari masyarakat yang tinggal di luar Desa Kaliwlingi. Mereka penasaran seperti apa hutan mangrove yang sudah sering menjadi juara penghargaan pelestarian lingkungan ini. Menurut gue sih, daripada para peminat itu hanya datang berkunjung secara gratis dan gak memberi manfaat bagi warga desa yang sudah capek-capek membuat hutan mangrove tersebut, memang lebih baik segera dikomersialkan. Toh biaya retribusi tersebut nantinya juga berguna untuk mengelola dan mempercantik penampilan hutan mangrove tersebut. Belum lagi kalau ada ulah para pengunjung yang malas buang sampah pada tempatnya, kan kasihan pengelola yang harus membersihkannya. Sebab mungutin sampah itu pasti bakal keringatan, keringatan itu butuh mandi, mandi itu butuh sabun, dan sabun itu butuh uang buat belinya. :p
Harga tiket untuk berkunjung ke hutan mangrove ini hanya 15k IDR saja. Harga tersebut sudah termasuk penyewaan kapal tradisional ke hutan mangrove yang berada di tengah lautan, dan kunjungan ke pulau pasir. Tergolong relatif murah, kok. Kedepannya nanti tiket masuk ke hutan mangrove ini akan dibundling dengan souvenir berupa batik yang dibuat langsung oleh penduduk desa. Pulang jalan-jalan nanti bawa oleh-oleh kenangan dan batik, deh.
Untuk menuju hutan mangrove sari memang masih sulit. Gak ada angkutan umum yang mengantarkan sampai pintu gerbang. Jalanannya pun rusak parah, belum lagi harus pelan-pelan tiap kali berpapasan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan. Di kanan kiri jalan hanya ada lahan pertambakan.
Track di dalam hutan mangrove cukup panjang, tapi dijamin seru karena seolah-olah jalur trekkingnya gak berujung. Di tengah-tengah hutan juga ada menara pandang. Dari sana kita bisa melihat seluruh hutan dari ketinggian. Soal toilet dan warung juga sudah tersedia kok di hutan mangrove. Oh iya, rencana ke depannya nanti jalur track yang terbuat dari kayu di hutan mangrove, akan dicat dengan motif batik brebesan atau salem. Supaya pengunjung gak cepat merasa bosan, dan memperbanyak spot foto kekinian. :D
Perairan yang ada di sekitar hutan mangrove sebenarnya dulunya adalah daratan, namun karena abrasi lah yang mengubahnya menjadi seolah-olah lautan. Kedalamannya gak sampai 1,5 meter kok. Kalau pengunjung tertarik untuk snorkeling, pengelola siap mengantar ke spot-spot yang sudah disediakan pengelola. Penasaran sih seperti apa spot snorkelingnya. Sayangnya karena kami datang sudah kesorean, jadi gak banyak aktivitas yang bisa kami lakukan dan eksplor lagi. Next time, rasanya perlu deh balik lagi ke sana untuk mencoba lebih banyak aktivitas yang ditawarkan pengelola atau hanya berburu sunset cantik.
Desa Kaliwlingi sudah memberikan contoh baik bagi kita semua. Bukan hanya bagi penduduknya, tapi juga orang-orang yang datang ke sana. Tuhan gak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hambaNya. Mereka yang tinggal di Desa Kaliwlingi setidaknya sudah paham benar soal itu. Berkat usaha yang gak pernah putus, kini mereka tinggal memanen apa yang mereka tanam. Daripada terus menyalahkan nasib, lebih baik memperbaiki nasib, toh.
Belajar dari kesalahan orang lain itu lebih baik daripada kesalahan diri sendiri. Kita gak perlu merasakan sakitnya jatuh untuk tahu seberapa dalam lubang yang ada di depan kita. Alangkah indahnya kalau kita menjaga kelestarian lingkungan sebelum alam mengambilnya kembali. Foto-foto boleh, menginggalkan kenangan bareng mantan di objek wisata juga boleh banget, tapi jangan pernah meninggalkan sampah di sana. :p
FOLLOW ME HERE
3 Comments
Biar move on gampang itu, jangan terlalu mencintai sesuatu [?] wkwkwk
ReplyDeleteWah salut sama pak Mashadi&Rusjan, bisa jadi penggerak begitu. Semoga kedepannya bisa lebih baik lagi :) amin.
Sama jangan lihat ke belakang ya.. yg lalu biarlah berlalu #asoy
ReplyDeletewaaah salut, gotong royong bangkit dari keterpurukan. kalo bukan warga daerah situ sendiri siapa lagi?
ReplyDeletePlease notice: Subscribe to my blog before you leave a comment. Any active link on comment will be automatically deleted. Thank you for reading!