“Wuaah, lumayan jauh Mbak,
setengah jam lebih”, jawab pria dibalik kemudi mobil.
Siang itu kami berangkat dari Desa Wukirsari menuju Desa Kebon Agung. Rencananya, saat di
perjalanan menuju ke sana, gue mau melanjutkan tidur setelah
memindahkan foto dari kamera ke handphone. Lumayan banyak juga
ternyata hasil foto hari itu. Begitu selesai, gue langsung menyimpan
kamera ke dalam tas dan mulai memejamkan mata. Tiba-tiba mobil
berhenti, mesin dimatikan.
Sontak gue melek lagi,
dan bertanya “Loh kok berhenti?”.
“Ini sudah sampai,
Mbak”, jawab Pak sopir.
Ya Allah, baru juga
merem. -_-
Dalam keadaan setengah
sadar, gue keluar dari mobil. Melangkah ke arah bagasi dan mengambil
barang bawaan. Masih agak gak percaya, gue nanya lagi “Ini kita
beneran udah sampai? Katanya tadi jauh..”.
Gue berjalan mengikuti
teman-teman yang lain, memasuki balai pokdarwis di Desa Kebon Agung.
Kami disambut oleh Pak Dalbiya, salah satu tokoh yang turut
menggerakkan Pokdarwis di desanya.
Gue duduk bersila di atas
lantai berkarpet tipis, mencoba mengumpulkan ceceran nyawa yang
tertinggal di mobil tadi. Kemudian mencoba mendengarkan sambutan
ramah dari Pak Dalbiya.
Banyak sekali hal yang disampaikan oleh beliau. Mulai dari keunggulan yang dimiliki desanya, sampai kekurangan yang menghambat kemajuannya. Salah satunya, beliau menuturkan bahwa masih kurangnya kesadaran warga untuk menciptakan konsep desa wisata di desanya. Mayoritas warganya masih berangggapan bahwa desa
wisata gak menghasilkan pundi-pundi harta yang signifikan, lebih baik
bertani saja. Kurang lebih begitulah pemikiran warga desanya. Memang
gak mudah menghancurkan tembok tinggi yang mengelilingi pemikiran
sempit seperti itu.
Pak Sardi dulunya bekerja sebagai tukang becak wisata di hotel yang ada di pusat kota Jogja. Ketertarikannya di dunia pariwisata membawanya ke Desa Kebon Agung, untuk turut memajukan desa ini. Meskipun beliau hanya lulusan SD, tapi pengalamannya gak perlu diragukan lagi, deh. Beliau sudah biasa mengantarkan tamu-tamu dari luar negeri. Salah satu kalimatnya yang masih gue ingat sampai sekarang adalah 'bekerjalah yang jujur, pada nantinya rejeki akan mengalir dengan sendirinya'.
Desa yang mulai membranding dirinya sebagai desa wisata pada tahun 2004 ini, juga mengalami masa jatuh bangun. Pada tahun 2006, seluruh aktivitas di Desa Kebon Agung sempat terhenti total akibat musibah gempa hebat yang turut melanda desa ini. Di Desa Wisata Kebon Agung saja, kurang lebih ada 69 korban yang mengalami luka-luka. Salah satunya yaitu Bapak Sardi, guide yang menemani kami siang itu untuk keliling desa.
Pak Sardi dulunya bekerja sebagai tukang becak wisata di hotel yang ada di pusat kota Jogja. Ketertarikannya di dunia pariwisata membawanya ke Desa Kebon Agung, untuk turut memajukan desa ini. Meskipun beliau hanya lulusan SD, tapi pengalamannya gak perlu diragukan lagi, deh. Beliau sudah biasa mengantarkan tamu-tamu dari luar negeri. Salah satu kalimatnya yang masih gue ingat sampai sekarang adalah 'bekerjalah yang jujur, pada nantinya rejeki akan mengalir dengan sendirinya'.
Oke, kembali lagi ke masa-masa jatuh bangun desa ini..
Pernah suatu hari, tanpa sepengetahuan pengurus Pokdarwis di sana, perahu milik Desa Kebon Agung dipinjamkan ke desa tetangga oleh warga desanya yang gak bertanggung jawab. Begitu hal ini diketahui, alih-alih langsung mengambil perahu miliknya sendiri, mereka malah disuruh mengembalikan sisa biaya sewanya. Ibarat kata nih ya, kamu punya sepeda, sepedanya dipinjam si A, si A malah nyewain sepedanya ke si B. Lalu kamu bingung mencari dimana sepedanya, pas ketemu dan mau ambil sepedanya, malah disuruh kembalikan uang sewa yang sudah dibayar si B. Padahal kamu terima uangnya saja gak pernah. Miris, ya.
Pernah suatu hari, tanpa sepengetahuan pengurus Pokdarwis di sana, perahu milik Desa Kebon Agung dipinjamkan ke desa tetangga oleh warga desanya yang gak bertanggung jawab. Begitu hal ini diketahui, alih-alih langsung mengambil perahu miliknya sendiri, mereka malah disuruh mengembalikan sisa biaya sewanya. Ibarat kata nih ya, kamu punya sepeda, sepedanya dipinjam si A, si A malah nyewain sepedanya ke si B. Lalu kamu bingung mencari dimana sepedanya, pas ketemu dan mau ambil sepedanya, malah disuruh kembalikan uang sewa yang sudah dibayar si B. Padahal kamu terima uangnya saja gak pernah. Miris, ya.
Membangun suatu desa
menjadi desa wisata memang bukan perkara mudah. Bukan sekedar ke toko
bangunan, panggil kuli proyek, terus jadi. Apalagi seperti Bandung
Bondowoso yang bisa bangun candi dalam semalam. Membangun di sini
dalam artian merubah dan membangun mind set warga desa yang tingkat
kesadarannya masih minim, sehingga bisa bersama-sama ikut memajukan dan mempromosikan desanya keluar daerah. Kalau kata Pak Jokowi mah 'Revolusi
Mental'.
Karena percuma punya
sumber daya alam yang memadai tapi gak didukung dengan SDMnya. Apalah
artinya Raisa yang cantik kalau suaranya fals. Hanya bisa dilihat
tanpa dinikmati suara merdunya. Kalau suaranya merdu, orang-orang
pasti rela antri beli tiket konsernya, penasaran mau mendengar secara
langsung. Gadis cantik banyak, tapi yang suaranya merdu itu yang gak
banyak. Analoginya seperti itulah.
Kalau hanya ingin melihat
pemandangan cantik, di desa wisata lain juga banyak. Tapi faktor yang
membuat wisatawan betah dan kembali ke Desa Kebon Agung, itulah yang
mau diangkat dan itu yang harus kalian rasakan sendiri, gak cukup diceritakan melalui goresan pena.
Namun kini Desa Wisata Kebon Agung sudah belajar dari pengalaman dan bangkit dari keterpurukan. Jumlah tamu yang datang sudah mulai meningkat. Mulai dari rombongan siswa TK sampai instansi pemerintahan, pernah mengecap asrinya desa ini. Sewaktu kami meminta brosur saja, Pak Dalbiya mengaku sedang kehabisan brosur. Beberapa hari sebelumnya, ada sebuah hotel berbintang di Yogyakarta yang baru saja mengambil brosur dari beliau. Ini merupakan salah satu bukti bentuk kerjasama dengan pihak hotel, yang nantinya akan memberi dampingan kepada para tamunya yang hendak berkunjung ke Desa Wisata Kebon Agung. Bahkan rencananya akan dibangung spot foto di bendungan yang ada di sana.
PR yang masih tersisa sampai sekarang adalah bagaimana caranya agar Desa Wisata Kebon Agung bisa menemukan diferensiasi dan tampil stand out dari desa wisata lain yang ada di Jogja, maupun di kota-kota lainnya. Sebab di Bantul saja sudah ada 37 desa wisata yang terdaftar. Apalagi jika bersaing dengan desa wisata lain yang di luar Bantul. Pasti butuh usaha dan kerja keras dari seluruh masyarakatnya.
Gue berharap dengan adanya pengalaman pahit di masa lalu, bisa menjadi cambukan di masa depan bagi warga Desa Wisata Kebon Agung. Daripada terus melihat ke belakang, mending simak nih, kegiatan menarik apa saja yang bisa kita lakukan di Desa Wisata Kebon Agung.
Kesenian Gejog Lesung
Desa Kebon Aguuung... Ini dia artis andaaa.. |
Sebagai desa penghasil beras, dahulu lesung digunakan untuk memisahkan beras dan gabah. Seiring perkembangan zaman, alat ini tergantikan dengan mesin yang lebih modern. Daripada dibuang begitu saja, masyarakat Desa Kebon Agung memanfaatkannya sebagai alat musik.
Kesenian ini merupakan permainan alat musik tradisional yang dimainkan oleh 5-8 orang. Alunan musik yang terbuat dari alunan alu dan lesung menggema begitu kami baru tiba di Desa Wisata Kebon Agung. Ibu-ibu yang memainkan permainan ini kompak memakai kebaya tradisional. Iramanya unik dan ngebeat, walaupun gak dikawinkan dengan alat musik lain juga sudah keren.
Beberapa teman ikut
mencoba permainan ini. Kata mereka, ternyata alu yang dipukulkan ke
lesung lumayan berat. Gak ada patokan nada apalagi not saat
memainkannya, ikuti saja feeling (dan arahan ibu-ibu tentunya).
Bendung Tegal
Air itu sumber kehidupan. Jauh sebelum peradaban masehi, saat manusia masih hidup secara nomaden, menemukan tanda-tanda kehidupan manusia bukanlah hal yang sulit. Karena dimana ada sungai, di situlah terdapat kehidupan. Dalam hal ini, Desa Kebon Agung beruntung karena dilintasi Sungai Opak. Desa yang sebagian besar warganya bergantung pada hasil pertanian, sungguh seperti ditolong dengan keberadaan sungai ini. Konon katanya, belum pernah Desa Kebon Agung mengalami musim paceklik.
Pada tahun 1997
dibangunlah Bendung Tegal di Desa Kebon Agung. Bukan hanya sebagai
hiasan desa, namun lebih dari itu, bendungan inilah yang kemudian
mengaliri persawahan yang ada di sana. Dalam satu tahun, hasil
pertanian padi bisa panen sebanyak tiga kali. Sekali panennya bisa
menghasilkan sekitar 4 kuintal gabah.
Belajar Menanam Padi
Sebagai negara (yang katanya) agraris, persawahan padi turut menghiasi landscape Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke pasti mudah sekali menemukan petak persawahan. Tapi herannya kenapa ya pemerintah masih impor beras? #ups
Predikat sebagai negara
agraris pun rasanya sudah gak terlalu pantas disandang oleh
Indonesia. Sebab lahan pertaniannya juga semakin banyak yang digarap jadi
bangunan rumah tinggal dan bisnis. Gue masih ingat dulu saat lihat
daftar riwayat hidup Papa. Di sana ada keterangan pekerjaan
orangtuanya, which is kakek gue, yang ditulis sebagai petani.
Sekarang mungkin bisa dihitung ada berapa warga Indonesia yang
tercatat di KTP nya sebagai petani.
Kita juga gak boleh memandang sebelah mata, sih. Kembali lagi ke tuntutan hidup dan bunyi keroncong perut. Rata-rata sekarang petani yang masih eksis juga menyambi dengan profesi lain demi kebutuhan sehari-hari. Menanam padi biasanya dikerjakan pada pagi hari, dan hanya membutuhkan waktu 2-3 jam saja untuk satu petak sawah. Daripada sisa harinya terbuang percuma, lebih baik dimanfaatkan lagi ke ativitas yang lebih menghasilkan, toh.
Kita juga gak boleh memandang sebelah mata, sih. Kembali lagi ke tuntutan hidup dan bunyi keroncong perut. Rata-rata sekarang petani yang masih eksis juga menyambi dengan profesi lain demi kebutuhan sehari-hari. Menanam padi biasanya dikerjakan pada pagi hari, dan hanya membutuhkan waktu 2-3 jam saja untuk satu petak sawah. Daripada sisa harinya terbuang percuma, lebih baik dimanfaatkan lagi ke ativitas yang lebih menghasilkan, toh.
Sama halnya dengan
bangsa-bangsa lain yang ada di Asia, nasi merupakan makanan pokok
wajib di Indonesia. Rasanya belum afdol kalau belum makan nasi dalam
sehari. Makan ayam, pakai nasi. Makan sayur, pakai nasi, Makan sambal
juga paling enak pakai nasi, sampai makan mie instan pun kadang pakai
nasi juga. Gue pernah sok-sokan diet gak makan nasi, hasilnya Cuma
bertahan 3 hari saja lantaran badan lemas. Padahal bule-bule saja
bisa bertahan hidup tanpa makan nasi setiap hari, ya.
Nah di Desa Kebon Agung,
kita diajak untuk terjun langsung ke sawah untuk belajar menanam padi
dan membajak sawah. Hayo, yang sedang baca tulisan ini apakah sudah
pernah menanam padi sendiri? Terkadang untuk menghargai jerih payah orang lain, kita harus merasakan sendiri
berada di atas 'sepatunya'.
Petani padi di Desa Kebon
Agung menggunakan sistem tandur alias tanam mundur. Mereka bekerja
bersama, agar pekerjaan cepat selesai. Supaya padinya sejajar, mereka
menggunakan sebilah bambu untuk menyamaratakan barisan padi yang akan
ditanam. Setelah selesai satu baris, para petani akan mundur ke
belakang, dan bambu tersebut juga turut dipindahkan ke belakang.
Begitu seterusnya.
Kelihatannya gampang,
tapi coba bayangkan jika kalian mengerjakan hal tersebut di siang
hari saat matahari sedang terik, lalu membungkuk dan berjalan mundur.
Belum lagi kalau tiba-tiba melihat penampakan hama, yang bisa saja
berupa keong, tikus, dan ular. Waduh, gak kebayang sih kalau gue pasti
langsung lari ngibrit.
Makanya gue suka gak tega
kalau lihat ada nasi terbuang, bawaannya mau dihabiskan saja. Kasihan
kan petaninya, udah capek-capek jalan mundur, eh nasinya malah dibuang. #Alasan #PadahalKuatMakan
Saat pertama kali duduk di balai pokdarwis di Desa Kebon Agung, mata langsung tertuju ke salah satu sudut. Ada kain-kain dijuntai begitu saja di tembok. Motifnya cantik banget. Saat ditanyakan langsung ke Pak Dalbiya, ternyata itu adalah batik kontemporer yang dibuat sendiri oleh para pengrajin yang ada di desanya. Beberapa kali masih sempat menoleh ke arah kain-kain batik itu. Motifnya benar-benar mencuri perhatian banget. Perpaduan sentuhan modern di dalam batik khas Jawa berhasil tampil cetar! Mungkin ini bisa jadi oleh-oleh kalau kamu nanti main ke Desa Wisata Kebon Agung. :)
Batik Kontemporer
Corak batik kontemporer dari Desa Wisata Kebon Agung sangat eye catching |
Saat pertama kali duduk di balai pokdarwis di Desa Kebon Agung, mata langsung tertuju ke salah satu sudut. Ada kain-kain dijuntai begitu saja di tembok. Motifnya cantik banget. Saat ditanyakan langsung ke Pak Dalbiya, ternyata itu adalah batik kontemporer yang dibuat sendiri oleh para pengrajin yang ada di desanya. Beberapa kali masih sempat menoleh ke arah kain-kain batik itu. Motifnya benar-benar mencuri perhatian banget. Perpaduan sentuhan modern di dalam batik khas Jawa berhasil tampil cetar! Mungkin ini bisa jadi oleh-oleh kalau kamu nanti main ke Desa Wisata Kebon Agung. :)
Kembali
ke Desa..
Konsep kembali ke desa
yang diusung oleh Desa Wisata Kebon Agung berhasil mendatangkan tamu
dari berbagai kalangan. Mereka berasal dari berbagai macam daerah dan
klasifikasi umur. Entah itu dengan tujuan edukasi ataupun rekreasi. Para
tamu meninggalkan desa ini dengan kesan tersendiri. Bahkan saking
nyamannya, gak jarang banyak tamu yang menambah masa tinggalnya di sana,
dan berencana kembali lagi dalam waktu dekat.
Permisi...Kendall Jenner & Paspamries (pasukan pengamanan arteiss) numpang lewat.. source: insanwisata/Nasirullah sitam (lupa) |
Salah satu cara yang mengasyikkan untuk menikmati desa ini adalah dengan keliling naik sepeda ontel. Jujur, ini pengalaman pertama gue naik sepeda ontel. Pengalaman nabrak pagar dan nyerempet sepeda teman, ya baru di Desa Kebon Agung ini, nih! Ternyata gak semudah naik sepeda biasa, ya. Kirain bakal seperti Asmirandah di film rectoverso. Tapi seru banget, sih, apalagi tiap orang memakai caping. Selain berguna untuk melindungi wajah dari paparan sinar matahari langsung, juga berfungsi buat gaya-gayan. :D
Kalau kalian punya
rencana untuk outing kantor atau study tour, mungkin berwisata ke
Desa Wisata Kebon Agung bisa jadi pilihan. Meskipun belum ada hotel
di sana, gak perlu khawatir, karena desa ini menyediakan homestay
milik warga. Dari 5 dusun yang ada di Desa Kebon Agung, sudah 4 dusun siap menerima tamu yang hendak bermalam di sana, dengan kapasitas total mencapai 600 orang. Urusan perut juga gak usah takut, karena kalau menginap di sana sudah pasti dapat makan 3x sehari. Konon katanya, di dekat Bendung Tegal juga ada mie ayam yang tersohor, loh.
Salah satu homestay yang ada di Desa Wisata Kebon Agung |
Yuk, kapan lagi bisa menikmati suasana khas pedesaan sambil naik sepeda ontel. Luangkan waktumu sejenak dari hiruk pikuk perkotaan dan kembali ke desa..
Apalagi yang tinggal di daerah perkotaan, nih. Kapan lagi bisa bersepeda ontel keliling desa, melihat kehidupan masyarakat pedesaan lebih dekat, merasakan tetesan embun, dan kabut yang menyelimuti desa di pagi hari. Bisa merasakan pengalaman turun langsung ke sawah, dan main musik ala ibu-ibu di Desa Kebon Agung. Ah, jadi kangen Desa Kebon Agung..
Contact Person Desa Wisata Kebon Agung
Bapak Dalbiya
Handphone: 081392525751/087738778594
Email: mr.dalbiya@yahoo.co.id
Bapak Dalbiya
Handphone: 081392525751/087738778594
Email: mr.dalbiya@yahoo.co.id
source: insanwisata |
Baca juga:
JogJa Road Trip
Places
Ratu Boko ~ 6 Beaches in Gunung Kidul ~ Taman Sari ~ Queen of South Beach Resort ~ Lava Tour Merapi ~ Bukit Panguk Kediwung
Culinary in Yogyakarta
Bale Raos ~ Roaster & Bear Cafe ~ Tempo Gelato ~ Filosofi Kopi
Gudeg Pawon ~ Rekomendasi Kuliner Jogja
Gudeg Pawon ~ Rekomendasi Kuliner Jogja
19 Comments
Semacam dejavu ke sini. Menaiki sepeda yang sama, dan kaos yang sama pas di sini hahahhaha. Yaowoh, dua kali ke sini kok nggak ganti kaos :-D
ReplyDeleteSssst...Don't rich people difficult. Jangan bikin malu ringsek. Bilang aja sama orang-orang kalo beli kaos langsung selusin, jadi gambarnya aja yang sama.. :D
DeleteIya ya, kenapa aku nggak mencontoh Mark ya, kaosnya ya gitu semua hahahahaha
DeleteSetelah baca dan lihat foto di tulisan ini baru ngeh kemarin banyak yang modusin nakdek-nakdek di sana rupanya. Hahaha. Homestay di sana juga nyaman, hanya tinggal cari waktu lagi buat rame-rame nginep di sana nih biar feel beramah tamah dengan warga Desa Kebonagung dapet. ^^
ReplyDeleteNo foto hoax, koh.. :D
DeleteNyaman kok, bagusan homestay di sana malah daripada kosanku. hahahaha
aku ngerasai main gejok lesung, ya ampun. Berat banget gaes. Simbah2 di sana berotot semua kali ya. Pegel lho main kaya gt. haha.
ReplyDeleteTapi menarik sih Kebonagung. aku masih penasaran sama rasa mie ayamnya. wakakwa
Hahahaha... masih penasaran sama mie ayam, ya. Abis pas sampe sana masih kekenyangan sisa makan siang di Wukirsari, sih. Jadi gak kuat kalau harus nambah mie ayam di Kebon Agung :D
DeleteItu kaos merah pegang camcorder kyk pernah liat di cermin... *eh -_- btw aku masi penasaran sm mie ayam deket bendungan yg ktnya endeussss... *gagalpokus
ReplyDeletecermin yang retak?
DeleteKan udah diajak sama mas Hanif, malah pada mager di balai pokdarwis.. T.T
Daerah jajahan saya mbak,sering survey ke lokasi Wukirsari Ama Kebonagung,tapi malah gak sempet poto2 disitu.
ReplyDeleteWah ada penguasa Kebon Agung :D
DeleteNanti foto-foto donk trus upload, biar makin top daerahnya..
Sering banget aku ke Jogja tanpa bosen, kayaknya boleh ini dicoba :D
ReplyDeleteWaaah enaknya yang bisa ke Jogja sering-sering. Aku suka banget kalau ada yang ngajak ke Jogja, pasti aku iyain.. :D
Deleteseru banget kegiatan di sana mbak. Kebon Agung ini seriusan baru pertama kali dengar dari acara kalian-kalian ini lho. Ternyata Jogja punya banyak sekali desa wisata ya?
ReplyDeleteBanyaaaaak ada 100 lebih.. :D
DeleteSeumur hidupku baru TAHU kalau Tandur itu TANAM MUNDUR !!! Makasih yaaa udah ngasi tahu
ReplyDeleteHahahaha ternyata informasi receh ini berguna juga T.T
DeleteSama2 Kak Aip!
Wow liburan yang menyenangkan banget, Mba. Menyatu dengan warga dengan tinggal di homestay gini jadi makin tau tentang kebiasaan warga setempat.
ReplyDeleteIya ngeblend banget sama warganya.
DeletePlease notice: Subscribe to my blog before you leave a comment. Any active link on comment will be automatically deleted. Thank you for reading!