Jeep-jeep yang kami tumpangi berhenti di depan
sebuah rumah. Sekujur tubuh masih
bersimbah lumpur, belum sempat dibersihkan sehabis pulang off road di Desa
Bejiharjo.
“Masuk saja, sudah ada
ibunya di dalam”,
ujar Mas Arif, guide yang menemani kami off road di Desa Bejiharjo.
Masih bingung tapi gue diam saja, bertanya-tanya dalam hati. Ini rumah siapa? kita lagi blepotan begini main masuk aja.
“Pengrajin blangkon”, tiba-tiba mendengar salah
seorang teman bicara.
Terjawab rupanya. :D
Terjawab rupanya. :D
Gue pikir, kita tiba di rumah saudaranya Mas Arif. Sudah
geer kirain mau dikasih makan. Maklum sebelum berangkat off road, baru sarapan gorengan saja. Jadi anaconda di
perut sudah mulai berdesis. *joged2 nicky minaj*
“Sudah masuk saja,
mbak”. Seorang
wanita menyambut kedatangan kami dengan senyum sumringah.
Begitu melihat lantai teras rumahnya yang sudah bersih kinclong, gue langsung celingukan mencari kran air untuk membersihkan kaki yang kotor terkena cipratan lumpur. Begitu juga dengan teman-teman yang lain.
Mas Arif menyuruh kami ke kamar mandi yang terletak di samping rumah.
Kami segera menuju ke sana. Bergerombol, mengantri di depan kamar mandi. Seperti cewek-cewek SMA yang kalau ke toilet serombongan. Ada yang cuma sebentar, yang penting basah. Ada pula yang lamanya kayak sedang mandi junub. Padahal cuma bersihin lumpur, loh. -_-"
Mas Arif menyuruh kami ke kamar mandi yang terletak di samping rumah.
Kami segera menuju ke sana. Bergerombol, mengantri di depan kamar mandi. Seperti cewek-cewek SMA yang kalau ke toilet serombongan. Ada yang cuma sebentar, yang penting basah. Ada pula yang lamanya kayak sedang mandi junub. Padahal cuma bersihin lumpur, loh. -_-"
Kaki sudah bersih, satu per satu dari kami
masuk ke dalam rumah. Lalu berkenalan dengan tuan rumah, Ibu Erna, yang kala itu
sedang asyik menjahit blangkon ditemani dengan putri dan keponakannya yang
masih kecil. Ada banyak jarum jahit di samping tempat beliau duduk.
Gue melongok ke sekeliling ruangan. Tidak ada galeri, hanya workshop sederhana di
ruang keluarga. Berhiaskan televisi dan karpet saja. Di salah satu sudut
temboknya ada rak pajangan berisi beberapa koleksi blangkon pesanan
pelanggannya yang sudah siap diambil.
Tanpa bermaksud mengganggu kesibukan yang sedang
dilakoni Ibu Erna, kami mengajaknya ngobrol sambil mempersilahkannya meneruskan
pekerjaan.
Ibu Erna sudah menekuni profesi sebagai
pengrajin blangkon sejak tahun 2007 semenjak menikah dengan suaminya sekarang,
Bapak Suratno. Jauh sebelum itu, Pak Suratno sudah memulai profesi ini lebih
dulu dan menularkan keahliannya kepada istrinya.
Bu Erna bercerita, bahwa pada zaman dulu, pria di Jawa senang memelihara rambutnya sampai panjang. Demi menjaga kerapihan dan melindungi mahkota kepalanya tersebut, mereka menutupnya dengan secarik kain, dan menggulung semua rambutnya ke dalam kain di bagian belakang hingga berbentuk seperti benjolan. Hingga saat ini kita menyebutnya dengan blangkon.
Jangan bayangkan adegan film Brama Kumbara dan
Mantili, dimana para laki-lakinya memakai ikat kepala dengan rambut terurai
panjang begitu saja. Menurut informasi yang gue dapatkan, fungsi dari blangkon itu sendiri ya memang untuk
menjaga kerapihan rambut. Ini juga melambangkan bahwa mereka mampu menjaga kerapihan,
mengendalikan diri, dan menata kepribadiannya. Sementara mondholan atau
benjolan bulat yang berada di belakang kepala, menggambarkan tekad bulat seorang
pria.
Jika pria di Jawa saat itu membuka ikatan
rambutnya dan membiarkan terurai begitu saja seperti di film-film silat jaman dulu, maka itu bermakna sebagai gambaran luapan
emosi yang sudah tak dapat dibendung lagi. Biasanya terjadi pada saat sedang
ada konflik atau perang.
Ya kali mau perang masih sempet nguncir rambut.
Keburu dibakar musuh rumahnya. T.T
Seiring perkembangan zaman, kini blangkon
dibuat menjadi lebih praktis dan bisa langsung dipakai. Sementara mondholannya
diganti dengan isian kapuk, berhubung memang sudah jarang laki-laki yang berambut
panjang.
Pada umumnya blangkon hanya dibedakan menjadi
2, yaitu gaya Jogja dan gaya Solo. Faktor yang membedakannya hanya terletak di
bagian mondholannya saja. Kalau gaya Jogja, sudah pasti ada mondholannya,
sementara gaya Solo berbentuk trepes atau gepeng.
Bu Erna pada awalnya belajar membuat blangkon
dari saudaranya, lalu diteruskan secara otodidak. Di Desanya terdapat kelompok
pengrajin yang terdiri dari 10 orang. Jika Bu Erna mendapat pesanan dalam jumlah yang cukup banyak dan
melebihi kapasitasnya, biasanya akan dioper ke teman-teman di kelompok
pengrajin tersebut. Ya, bagi-bagi rejeki lah ceritanya.
Dalam sehari, beliau mampu membuat 3 buah blangkon
model mataraman. Pasokan kain untuk membuat blangkon, sebagian didapatkan dari
Bantul dan Pasar Beringharjo. Hingga
saat ini belum ada supplier khusus kain yang memasok kebutuhan pembuatan
blangkon di Desa Bejiharjo.
Untuk saat ini, beliau masih mengerjakan
blangkon sesuai pesanan saja. Jika sudah selesai, pengepul akan datang selama
seminggu sekali dan memasarkan produk buatan Ibu Erna ke beberapa pasar yang
ada di Jogja. Sayangnya, produk blangkon yang dikerjakan oleh Ibu Erna belum
diberikan merk sendiri. Biasanya toko-toko yang memasarkan produknya lah yang
akan melabelkan merk di blangkonnya. Ketika ditanya kenapa, selain karena
merasa tidak enak dengan pengrajin lain, beliau juga masih belum percaya diri.
Namun jelas di binar kedua matanya, beliau juga berharap suatu saat nanti bisa
menempelkan label merk nya sendiri. Amien..
Ayo ketik amien kalau mau masuk surga..
Ayo ketik amien kalau mau masuk surga..
Ada dua teknik dalam proses pembuatan blangkon,
yang pertama dijahit, dan yang kedua adalah dilem. Secara kualitas memang lebih
unggul yang dijahit, karena lebih awet, strukturnya lebih lemas, dan lebih
rapi. Harganya juga setara dengan proses pembuatannya. Blangkon hasil buatan
Ibu Erna dihargai kisaran mulai dari 40k IDR sampai 300k IDR. Semua berdasarkan
tingkat kerumitan dan kain yang digunakan.
Ada yang menarik perhatian saat sedang melihat
Ibu Erna membuat blangkon, yaitu cetakan kepala yang digunakan, atau biasa
disebut dengan plonco. Untuk membuat blangkon dengan ukuran kepala yang
berbeda-beda, tergantung pada besar ukuran plonconya. Ibu Erna mempunyai
sekitar 4-5 plonco. Namun saat ditanyakan ada ukuran apa saja, beliau agak
kebingungan.
“Ya aku
ikutin plonconya aja, mbak. Ndak tau ukurannya apa. Kalau bikin yang kodian
ndak ada pakem ukurannya, langsung bres bres aja”, jawab Bu Erna.
Nah, kalau ingin memesan blangkon, ada baiknya datang langsung saja. Supaya bisa diukur dulu lingkar kepalanya dan hasilnya sesuai dengan ukuran si pemesan.
Hebatnya lagi, pada beberapa kali kesempatan beliau juga
pernah menerima pesanan khusus dari keraton Jogja. Hasilnya tentu saja lebih
bagus, karena kain yang digunakan juga kualitasnya super. Oh iya, kalau kamu
tertarik untuk memesan blangkon di Bu Erna, bisa menggunakan kain yang sudah
kamu bawa. Kreasi modelnya juga bisa disesuaikan dengan permintaan.
Peserta take me out indonesia |
Bu Erna juga tak lupa memberikan tips dalam
menjaga keawetan blangkon, yaitu dengan cara dicuci dan disikat perlahan,
kemudian setelah diaangin-anginkan dan kering, simpan blangkon ke dalam kotak penyimpanan agar bentuknya tidak cepat
berubah.
Sayangnya perbincangan kami harus segera diakhiri, mengingat kegiatan yang sudah menanti kami di tempat selanjutnya. Gue senang sekali bisa mampir ke rumah Ibu Erna walaupun hanya sebentar. Banyak pengetahuan baru yang didapatkan sepulangnya dari sana. Jujur, ketika baru sampai, gue blank sama sekali mengenai blangkon. Pengetahuan gue benar-benar nol mengenai blangkon. Hanya tahu fungsinya sebagai hiasan kepala saat ada acara pernikahan.
Itulah indahnya travelling, gaes. Bukan hanya sekedar datang, foto-foto, lalu unggah di sosial media saja. Tapi kita bisa dapat pengetahuan baru, pengalaman baru, dan teman baru.
Kalau lagi main ke Goa Pindul, sempatkanlah mampir melihat kerajinan blangkon di Desa Bejiharjo, ya. Tinggal bilang saja ke mas-mas yang ada di sekretariat Dewabejo untuk diantarkan ke sana. Selamat berlibur!
[Baca juga: Keseruan Off Road di Desa Bejiharjo]
[Baca juga: Keseruan Off Road di Desa Bejiharjo]
Contact Person
Ibu Erna
0877-3843-4466
Baca juga:
JogJa Road Trip
Places
Ratu Boko ~ 6 Beaches in Gunung Kidul ~ Taman Sari ~ Queen of South Beach Resort ~ Lava Tour Merapi ~ Bukit Panguk Kediwung
Culinary in Yogyakarta
Bale Raos ~ Roaster & Bear Cafe ~ Tempo Gelato ~ Filosofi Kopi
Gudeg Pawon ~ Rekomendasi Kuliner Jogja
Gudeg Pawon ~ Rekomendasi Kuliner Jogja
Where to Stay
Desa Wisata
Off Road di Desa Bejiharjo ~ Keliling Desa Kebon Agung ~ Pengrajin Blangkon ~ Mengejar Sunset di Embung Nglanggeran ~ Off Road Ekstrim di Desa Nglinggo ~ Pasar Kembang ~ Susur Sungai di Desa Pancoh ~ Berburu Kerajinan di Desa Malangan
FOLLOW ME HERE
18 Comments
Itu yang jualan blangkon gantengnya Subhanallah sekali *kedip kedip*
ReplyDeleteItuuuu ibunya ekspresi mukanya difoto lagi ngapain bhuahaha.
Iya ganteng banget, pantesan aya sampe klepek2.. :D
Delete*Kesian muji diri sendiri mulu*
Sayang nggak bisa ketemu sama bapaknya ya. Selain blangkon, pas di sini aku kok teringat mbak-mbak yang tertawa di depat Jeep ya :-)
ReplyDeleteIya, padahal banyak yg bisa dikulik & ditanya2in kalo ada bapaknya ya..
DeleteEh, kamu terngiang2 sama mbak2 itu toh? jangan-jangan... :D
Aku malah baru ingat punya video ini jg stelah baca. Hahaha ntar di edut ah... *asik sm video lupa nulis* xixixi
ReplyDeleteGak jadi libur 2 minggu? Ditangguhkan ya sama humas?
DeleteWah asik ya lihat pembuatan blankon. Aku tak ketik aamiin ajadeh mbak biar masuk surga wkwkwk.
ReplyDeleteHahahaha
DeleteKalau misalnya pas nggak offroad, adakah yang berkunjung ke sini sekedar melihat-lihat atau mau pesan, Mbak?
ReplyDeleteSetuju sekali dengan travelling tidak sekedar foto tetapi pengetahuan, pengalaman dan teman baru! 😊
Ada kok, siapapun bisa datang ke sana.
Deletebaru tau dan baru baca soal pabrik blangkon . unik juga
ReplyDeleteUnik Kakks.. aku pun baru tau pas udah sampe sana
DeleteIya, menyenangkan memang traveling sembari belajar budayanya. Saya pun juga baru tau sejarah blangkon ini :)
ReplyDeleteEsensi traveling yang paling hakiki ((HAKIKI)), ya pengetahuan & pengalaman ya gak sih.. :D
Deletetraveling sekalian mencari teman dan ilmu, waaah iya banget. Ayo isi waktu muda kalian dengan bijak yaaa... cakep cakep euy blankonnya
ReplyDeleteModel2nya juga cakep2 kan, mbak... T.T
DeleteEntah kenapa salah fokus lihat foto yang ada akunya mau ambil foto Bu Erna dari sudut atas lah kok ibunya angkat tangan gitu. Dosaku apa, Bu? Huhuhuhu. Cedih hati jomblo ini.
ReplyDeleteHAHAHAHAHAHA... tetep loh si kokoh ini..
DeleteSabar ya, mblo..
Please notice: Subscribe to my blog before you leave a comment. Any active link on comment will be automatically deleted. Thank you for reading!