Saat memutuskan untuk singgah di Kota Melaka, gue segera mencari informasi mengenai kota ini. Banyak blog yang membahas mengenai heritage townnya, namun sangat sedikit sekali yang membahas mengenai Pantai Klebang, apalagi Padang Pasir Klebang. Padahal jaraknya hanya 11 km dari pusat kota Melaka, atau sekitar 20 menit berkendara.
Begitu tahu kalau di Malaysia juga punya padang pasir, gue gak menyia-nyiakan kesempatan ini. Pokoknya bagaimana caranya harus bisa sampai sana. Lumayan kan bisa menggenapkan daftar padang pasir yang ada di Asia Tenggara. Setelah sebelumnya berhasil main ke White Sand Dunes Mui Ne yang ada di Vietnam.
Jangankan travel blog asal Indonesia, yang
pakai bahasa Inggris pun jarang sekali yang pernah membahas mengenai tempat
ini. Ada sih beberapa blog asal Malaysia yang membahasnya, tapi gue kurang
begitu paham dengan bahasanya. So, I
think this is my chance to share it with you, my fellow Indonesian.
Kalau kata orang lokal, sebenarnya padang pasir
ini bukanlah padang pasir alami. Lahan tersebut merupakan bekas lahan
konstruksi milik developer swasta yang terbengkalai begitu saja. Sampai
akhirnya dijadikan lokasi wisata oleh orang-orang sekitar, dan gak jarang pula
dijadikan lokasi photoshoot.
Gue, Ulfa , dan Ismi tiba di Padang Pasir Klebang sekitar pukul 4:30 pm. Kami diturunkan di area parkiran. Sopir uber yang kami tumpangi sedikit mengernyitkan dahi saat menurunkan kami di sana. Beberapa kali dia bertanya, "Benar di sini, ke? Saya takut salah nanti". Pertanyaan itu dia ucapkan berulang kali. Sopirnya care banget gara-gara lihat kami, tiga cewek nekat, yang minta diturunkan di lahan kosong penuh kerikil. "Iya, betul, bang. Sampai di sini saja, mobil tak boleh masuk katanya," jawab gue sotoy.
Gerimis mengundang gak kunjung berhenti. Gue jalan dengan ritme cukup cepat, sementara Ismi dan Ulfa jalan di belakang gue. Jarak dari parkiran hingga ke area padang pasir cukup jauh, kurang lebih 1 km. Berkali-kali Ismi dan Ulfa bertanya, "Oma, masih jauh, gak? Beneran ke sini?". "Iya udah ngikut aja," jawab gue meyakinkan. Padahal gue sendiri juga belum pernah ke sana, cuma modal nekat saja.
Begitu tiba di padang pasir, gue perlahan membetulkan nafas yang masih tersengal. Kemudian langsung berlari ke puncak bukit pasir terdekat untuk melihat spot strategis. Seingat gue, dari foto-foto yang gue lihat, ada genangan air besar yang menyerupai oase di tengah-tengah area padang pasir ini. Namun sejauh mata memandang sepertinya genangan air tersebut sudah kering saat gue datang.
Akhirnya gue berjalan menuju sisi padang pasir yang satu lagi. Oh iya, area padang pasir ini bisa dibilang
terbagi dua. Begitu kalian tiba, pastikan kalian ke padang pasir sebelah kiri,
karena di sanalah banyak spot fotogenik, yang terlihat seperti sedang di padang
pasir sungguhan. Karena kalau salah sedikit ambil angle, nanti dikirain lagi di
tumpukan pasir bangunan. T.T
Di sisi sebelah kiri itulah terdapat bangkai container yang diletakkan begitu saja di pinggir pantai. Malah jadi spot foto lucu tuh bangke. T.T
Gak ada orang selain kami bertiga dan pasangan yang sedang asyik pacaran di atas bukit. Entah kenapa mereka memilih pacaran di sana. Padahal kami bisa melihat dengan jelas apa yang sedang mereka lakukan. Buktinya beberapa kali Ulfa sempat memergoki si cowok lagi sibuk membuka kancing baju ceweknya. Dari sekian banyak semak-semak yang ada di sana, kenapa pasangan itu malah memilih memadu kasih di atas bukit dan show off ke tiga orang cewek ini, sih. Byengcyek!
Gak terasa langit mulai gelap. Entah gelap karena sudah menjelang malam, atau karena mau hujan lebat. Begitu lihat jam, ternyata memang sudah pukul 7 malam. By the way, sunset di sana kalau gak salah ingat memang sekitar pukul 6:30 pm. Soalnya magribnya saja pukul 7 malam. Kami bergegas kembali ke parkiran. Suasananya sudah gak enak. Angin kencang banget, ditambah langit mendung sambil sesekali mengeluarkan kilat. Gak ada tempat berteduh sama sekali di sana, dan kami bertiga masing-masing membawa kamera. Itu lah yang membuat kami khawatir. Kalau badan yang basah sih gak masalah, kalau kamera yang kebasahan, bisa nangis-nangis kayak kesurupan masal di sekolah-sekolah.
Entah kenapa saat berjalan pulang itu, kami kebingungan arah. Ulfa sempat teriak memanggil pasangan tadi yang mulai meninggalkan area padang pasir. Maksudnya sih mau bertanya arah, tapi mereka seolah pura-pura gak mendengar. Begitu gue dan Ismi ikut teriak juga, akhirnya mereka menoleh. "HELP!!! Where's the way out?," kata Ulfa dengan lantang. Pasangan tersebut hanya menjawab, "Lurus saja, lalu belok kiri".
Kami mengikuti apa kata mereka. Namun saat baru beberapa meter jalan, Ulfa panik, "Oma, tadi kita gak lewat genangan air ini!". Ismi pun gak kalah bingung, "Iya, kita tadi gak lewatin ini. Kita disasarin kali". Gue juga gak tahu, tapi gue mencoba menerka rute saat berangkat tadi, "Kita gak lewat sini karena tadi kita sudah belok duluan di sana, jadi memang gak lewatin ini, tapi bener kok kayaknya ini tinggal lurus saja". "Iiiih, gak oma", jawab mereka kompak.
Ya sudah 1 banding 2 nih ceritanya. Gue ngikut dah, soalnya gue juga gak yakin sama perkiraan gue sendiri. Lha wong sama-sama baru ke sana pertama kali. Akhirnya kami menyusul pasangan itu. Tapi semakin jauh kami berjalan, semakin menjauhi tujuan. Kalau kalian pernah menonton film Texas Chainsaw, kurang lebih seperti itu lah suasananya. Pasangan yang tadi kami ikuti dari belakang, malah menghilang dari pandangan. "Jangan-jangan mereka mau nyari tempat mojok kali, atau memang rumahnya ke arah sana,"kata gue. Ulfa dan Ismi masih terlihat ragu. Sampai kami melihat lagi pasangan itu muncul lagi entah dari mana, dan berjalan menuju ke jalur yang ada genangan air tadi.
-_______-
Langit sudah semakin gelap, kami gak bisa mempercepat langkah. Sepatu Ulfa jebol di saat yang gak tepat, jadi dia terpaksa jalan dituntun Ismi. Begitu ada orang lewat dari kejauhan, Ulfa langsung teriak memanggil mereka, "HEEEEELLLLPPPPP"
Beruntungnya, ada dua pasang anak muda yang mendengar teriakan kami.Mereka menanti di ujung jalan, dan masuk mobil. Kami langsung teriak-teriak lagi minta ditungguin. Niatnya, kami memang mau nebeng mereka sampai Submarine Museum, biar dari sana kami pesan uber lagi. Begitu salah seorang dari mereka membuka jendela mobil, gue langsung bertanya, "Can you give me a ride?". Bagai gayung bersambut, Cici baik hati itu langsung jawab, "Iya boleh lah, of course. Sebab too far ya kalau you jalan ke depan, naik lah".
Kami dipersilakan naik ke mobilnya. Gue dan Ulfa berada di mobil yang sama, sementara Ismi di mobil yang satunya lagi. Saat perjalanan menuju Submarine Museum, gue sudah dapat ubernya. Tapi, kokoh yang nyetir mobil yang kami tumpangi itu kebablasan. Seharusnya belok kanan, malah lurus saja. Jadi kejauhan deh. Terlanjur dibawa jauh oleh mereka, Cici baik yang duduk di samping kemudi, menawarkan kami untuk diantar sampai hotel. Merasa gak enak, gue hanya bilang untuk menurunkan kami di sekitar Jonker Walk saja. Lalu ubernya gue cancel. Berkali-kali kami gak berhenti mengucap terima kasih pada keempat orang yang telah menolong kami malam itu. Kebayang gak sih, kalau kami bertiga masih harus jalan kaki lagi sampai jalan raya besar. Hujan semakin deras pula saat menuju balik ke hotel.
Kalau ke Melaka, coba deh sempatkan mampir ke
padang pasir ini. Mumpung belum ada yang kelola, jadi masih gratis. Apalagi
jika nanti lahan ini dibangun oleh developer, bisa hilang deh tuh padang
pasirnya.
Jangan lupa untuk isi perut kalian dulu sebelum
ke sana, karena gak ada warung makanan apalagi yang dagang mijon. Daripada
begitu sampai sana perut perih, akibat kelamaan foto-foto ya kaaaan.
Intinya, kalau mau ke sini kalian harus siap
jalan kaki jauh dan siapkan air minum, ya. Gue gak menyarankan datang ke sana
pada siang hari, karena cuacanya panas banget. Waktu terbaik mengunjungi Padang
Pasir Klebang adalah saat sunrise maupun sunset. Namun, sedikit catatan bagi
kalian yang tertarik untuk datang saat menjelang sunset, jangan pulang terlalu
malam. Begitu matahari tenggelam, segeralah pulang. Karena ketersediaan uber
dan grab masih terbilang sedikit di kawasan Klebang. Sinyal pun agak kurang
lancar selama di sana. Jadi kalian harus jalan kaki dulu sampai parkiran baru
bisa pesan uber. T.T
Getting There
Cara menuju Padang Pasir Klebang sebenarnya gak
terlalu sulit. Meskipun gak ada transportasi umum dari pusat Kota Melaka, tapi
sudah ada taksi online, kok. Gue dan teman-teman sepakat untuk memesan uber
dari Melaka. Tarifnya sekitar RM 11, lumayan murah jika dibagi bertiga.
Padang pasir ini belum ada di google maps, jadi
kalau kalian lihat google maps atau waze, patokannya adalah Submarine Museum
Melaka. Dari situ, sudah gak terlalu jauh kok. Maksud gue gak terlalu jauh itu
adalah jarak dari museum ke area parkiran kendaraan orang-orang yang mau ke
padang pasir. Parkirannya pun seadanya saja, gak ada petugas yang berjaga. Sementara dari parkiran menuju padang pasirnya
masih berjarak 1 km, dan itu harus jalan kaki. Karena mobil gak boleh masuk
sampai ke depan persis area padang pasirnya. Sudah banyak kejadian roda ban
mobil yang slip ke dalam pasir.
Jadi bagaimana, guys? Sudah siap jalan kaki dan
foto-foto ala Cleopatra di Padang Pasir Klebang? Bagi yang sudah pernah ke
sana, yuk certain di kolom komentar. Supaya banyak orang yang gak perlu
kesulitan gali informasi mengenai tempat ini.
Selamat berlibur!
13 Comments
Baru tauu. sempet ke Malaka sama nyokap 2 taunan lalu keknya. Tp gak tau tempat ini. tp kurang tertarik jug gw keknya. hahah. Cuma ceritanya asli lucu dan berasa tragedi gitu....Btw sepasang insan mesum tadi, nyasar gak?
ReplyDeleteMereka orang lokal jadi gak nyasar, kayaknya pas belok itu emang cuma mau mojok lagi.
DeleteKamu di sana jadi iklan sampo lagi? Tuh lihat foto yang bawah.
ReplyDeleteSalut lah sama perjuangan kalian, termasuk kala temanu teriak (kode) minta tolong :-D
Itu namanya konsistensi :p
DeleteLucu bangeeeet spot ini! Cocok sekali buat Kakak-Kakak kece ini berfoto. Sunsetnya juga aduhai. Untung sdh ditulis di sini ya, jadi ada review tentang tempat ini.
ReplyDeleteKalau cuaca cerah bisa lebih lucu lagi, gak pake adegan drama :))
Delete"Gak ada orang selain kami bertiga dan pasangan yang sedang asyik pacaran di atas bukit. Entah kenapa mereka memilih pacaran di sana." jelas karena sebelum kalian dateng, ga ada orang disitu... hehehehe....
ReplyDeletebtw, itu lumayan jauh juga ya dari kotanya.. sepi juga.. nama jalannya aja masih unnamed road.. wajar sih blm banyak yang ngebahas.. salut deh bisa sampe kesana n mengulasnya...
wuaasik tenan ini view padang pasirnya, cocok juga tuh buat syuting video :D
ReplyDeleteOkay, tambahan list kalau ke Klebang
ReplyDelete1. Bawa Mijon
2. Bawa pacar #eh
Tapi kalau kesana ga bawa kendaraan pribadi agak repot ya Ka Kendall. Berbahaye juga kalau kemalaman #alasanmencaripacarorangMelake
Mbak Nidy, seru banget jalan-jalan di Malaka ada padang pasir di pantai. Waktu membaca dirimu dan teman-teman tidak menemukan jalan keluar aku jadi ikutan kuatir. Untunglah ya pasangan itu nongol kembali sehingga bisa diikuti. Untungnya yang lain ada mobil yang bersedia ditempati. Benar-benar perjalanan yang unik
ReplyDeletePadang pasirnya mirip padang pasir parangkusumo di jogja ya hehehe
ReplyDeleteHah? Pasirnya dibawa pulang gak kak?
ReplyDeleteAku mau tuh pasirnyaaa.. Wakakak....
Salut banget sama perjuangannya ke Klebang Sand Dunes :)
ReplyDeletePlease notice: Subscribe to my blog before you leave a comment. Any active link on comment will be automatically deleted. Thank you for reading!