Seperti judul tulisan ini. Di Jogja, ada warung yang menyajikan gudeg langsung di dapur sang empunya rumah. Pawon dalam Bahasa Indonesia artinya dapur. Meskipun konon sang pemilik rumah sudah nggak tinggal lagi di sana, namun bagian dapurnya kini terbuka bagi para tamu yang sengaja datang demi sepiring gudeg.
Sudah lama gue mendengar tentang
kenikmatan gudeg rumahan yang lokasinya nggak jauh dari Universitas Teknologi
Yogyakarta ini, dan memang sudah lama tersohor namanya di kalangan pecinta
kuliner malam di Jogja. Saat gue datang ke sana pada pukul 8:30 malam, rupanya
warung makan ini belum buka. Baru ada beberapa orang calon pembeli yang juga
sudah menunggu di depan pintu. Di teras, hanya ada beberapa
bangku kayu sederhana saja. Pintu masih tertutup rapat. Gue nggak mencium aroma
sedap khas gudeg dari teras. Bikin gue makin curiga, ini warung gudeg beneran
belum buka atau memang sedang tutup.
Menjelang pukul 9 malam, mulai banyak
orang berdatangan. Bangku yang gue duduki bersama Kak Didi semakin disesaki
bapak-bapak rombongan dari Jakarta yang juga sudah nggak sabar ingin segera
mencicipi gudeg. Saking banyaknya orang yang datang, sampai ada sebagian orang
yang nggak kebagian tempat duduk.
Di meja lain, ada bangku panjang yang
masih muat untuk satu orang. Tiba-tiba ada ibu-ibu menghampiri orang yang duduk
di sana untuk bisa duduk di tengah-tengah bangku tersebut. "Permisi, Pak,
saya mau duduk di situ". Dua orang laki-laki yang duduk di bangku itu
langsung berdiri dan keluar dulu dari himpitan bangku dan meja demi
mempersilakan si Ibu untuk duduk. Tiba-tiba itu ibu-ibu malah manggil dua
anaknya untuk duduk di situ juga.
Alhasil dua bapak-bapak itu jadi berdiri,
terus cuma cengok melihat si ibu dan dua anaknya duduk dengan tenang dan damai.
Melihat hal itu, gue dan Kak Didi sontak saling pandang, langsung ngakak.
"Terus gue berdiri gitu?," kata Kak Didi berusaha ngedubbing salah
satu bapak-bapak yang diambil bangkunya itu. "Terus eloh, eloh, eloh duduk
enak?," Gue nggak mau kalah ikutan nyamber. Kayaknya sih si ibu itu
mendengar ocehan gue dan Kak Didi, soalnya nggak lama kemudian si ibu langsung
bilang "Pak, ini masih bisa satu duduk", sambil menyuruh anak-anaknya
bergeser. "Oma, dia bisa denger batin Bapak itu", kata Kak Didi
sambil cekikikan.
Tepat pukul 9:30 malam, pintu
rumah/warung dibuka. Gue langsung gerak cepat masuk ke dalam. Di depan gue
sudah ada 3 orang Bapak-bapak yang mengantri lebih dulu. Suasana di dalam
warung itu ya dapur banget. Ada tungku kayu bakar yang sedang menyala, ranjang
ukuran single tanpa kasur, beberapa kursi plastik, rak piring, dan tentu saja
aneka lauk pauk yang sudah siap disantap. Di sini, nasi dan lauk pauknya akan
diambilkan oleh pemilik warung.
Saat itu hanya ada seorang laki-laki paruh baya
dan seorang perempuan yang melayani. Lauk pauknya juga nggak banyak ragamnya.
Hanya ada gudeg nangka, krecek, ayam, dan telur. Si Ibu yang melayani para
pembeli bertanya mau pakai lauk apa. Tanpa ragu, gue jawab 'lengkap'. Sayang
kan kalau ngambilnya cuma sedikit. Mana nunggunya sampai sejam.
Jadi gimana nih rasa gudegnya?
Endolita!!!! Gudegnya nggak terlalu manis,
which is good, soalnya kalau terlalu manis biasanya cepat bikin eneg.
Kayak lagu Exist yang Mencari Alasan, “Manis di bibir memutar kata, malah kau tuduh
aku lah segala penyebabnya” #eh
Serius deh, kalau di lidah gue sih enak
banget. Apalagi kreceknya, aduuuuhhh... By the way, kayaknya ini sih
termasuk gudeg basah ya. Meskipun kuahnya nggak sampai banjir, yang jelas kalau pesan gudeg komplit, piring kalian bakal penuh sama lauk
pauknya. Seporsi gudeg lengkap ala Gudeg Pawon hanya 36k IDR saja, sudah termasuk
teh tawar hangat.
Nah, beruntung gue datang
lebih awal dan menunggu dekat pintu. Begitu nengok ke belakang, ternyata
antrian sudah mengular. Kalau ke Gudeg Pawon, pastikan kalian datang sebelum
pukul 9:30 malam ya. Karena begitu warung ini buka pada jam tersebut, antrian
bakal panjang banget. Gue pun melihat ketersediaan gudegnya nggak terlalu
banyak.
Berhubung antriannya panjang kayak
pasien BPJS, gue saranin nggak usah jaim deh ngambil makanannya. Terlebih kalau
kalian kuat makan kayak gue. Soalnya porsi nasinya dikit, untung ketolong sama
jumlah lauknya yang banyak. Sebaliknya,
kalau kalian tipikal yang nggak kuat makan dengan porsi banyak, jangan maruk
juga ya minta diambilinnya. Kasihan kan sama yang sudah mengantri di belakang
kalian. Ingat, jangan buang-buang makanan. #PesanOma
Gudeg Pawon berada di tengah-tengah perumahan warga. Untuk menemukannya nggak sulit, kok. Menjelang jam buka, biasanya banyak mobil dan motor yang parkir di depannya. Ada papan namanya juga, meskipun nggak begitu besar. Kalau kurang jelas, jangan ragu untuk bertanya pada orang sekitar. Gudeg Pawon sudah cukup ngehits kok.
So, buat pecinta
gudeg dan pemburu kuliner malam di Jogja, Gudeg Pawon ini sangat layak untuk
masuk list wisata kuliner kalian. Selain tempatnya unik, rasa gudegnya juga
bakal bikin kangen. Happy Tummy!
Baca juga:
JogJa Road Trip
Places
Ratu Boko ~ 6 Beaches in Gunung Kidul ~ Taman Sari ~ Queen of South Beach Resort ~ Lava Tour Merapi ~ Bukit Panguk Kediwung
Culinary in Yogyakarta
Bale Raos ~ Roaster & Bear Cafe ~ Tempo Gelato ~ Filosofi Kopi
Gudeg Pawon ~ Rekomendasi Kuliner Jogja
Gudeg Pawon ~ Rekomendasi Kuliner Jogja
Where to Stay
Desa Wisata
Off Road di Desa Bejiharjo ~ Keliling Desa Kebon Agung ~ Pengrajin Blangkon ~ Mengejar Sunset di Embung Nglanggeran ~ Off Road Ekstrim di Desa Nglinggo ~ Pasar Kembang ~ Susur Sungai di Desa Pancoh ~ Berburu Kerajinan di Desa Malangan
FOLLOW ME HERE
20 Comments
Menggoda sekali foto-foto gudegnya. Ampe nelan ludah ini.
ReplyDeleteSalam kenal, fella INFP! :)
Minum dah, jangan nelen ludah aja. Ntar kering kerongkongan :D
DeleteSalam kenal juga!
Lalu si bapak itu akhirnya duduk enggak? haha..
ReplyDeleteDuh bikin ngiler aja gudegnya.. Gue suka gudeg,, di tempat biasa aja sering enak gitu.. Apalagi di tempat yg kesohor gini yak..
-Traveler Paruh Waktu
Yang satu berdiri, yang satunya disuruh duduk sama si ibu-ibu.
DeleteKudu nyobain deh ni gudeg! :D
Intinya kalau pas buka langsung yang antri segitu panjang. Datang agak telat dijamin nggak cuma bingung nyari tempat duduk, kalau bawa kendaraan sendiri bakal susah cari parkir
ReplyDeleteYa begitulah..
DeleteDari dulu belum kesampaian pengen makan gudeg di dapur orang ini. Makasih review nya. Tampak lejat
ReplyDeletelejat dan bermartabat..
DeleteSeru banget nih, makan makanan lokal aseli di tempat pembuatannya.
ReplyDeleteIya, seru makan di tempat kayak gini
DeleteEnaknya luarrr biasaa yaa... sampe2 buka di jam gak biasa pun..serame itu..
ReplyDeleteIya, gue pun amazed kak pas lihat antriannya
DeleteAku malah belum pernah ke gudeg ini, wkwkwk. Harganya udah touristy juga ya, 36.000.
ReplyDeleteIya, lumayan pricey buat ukuran Jogja
Deletewiihhh... boleh nih dicoba kalo ke Jogja lagi..
ReplyDeleteIya donk cobain
DeleteGo Food aja ya kak drpd antri. Wkwkwk
ReplyDeleteBtw sama.. Idem... Same... Wkwkw.. Aku juga g terlalu suka gudeg yang terlalu manis.... Gak sukak.. Soalnya sesuatu yang terlalu manis ujung2nya cuma php doang... Padahal kitanya udah berharap lebih.. Eh malah jadian sama yang laen. 😢
Eaaaa... curhat pak aji??
DeleteKzl banget itu sama ibu-ibu yang tiba-tiba dateng terus duduk bawa anaknya. 😨
ReplyDeleteKangen gudeg huhu...
ReplyDeletePlease notice: Subscribe to my blog before you leave a comment. Any active link on comment will be automatically deleted. Thank you for reading!