Hayo ngaku, siapa yang belum pernah ke Bromo? Gue donk udah tiga kali, tapi baru sekali ini berhasil lihat sunrise di sana. :D #MauNyombongNanggung
Pertemuan pertama dengan Bromo, saat siang
hari. Ya nggak bakal lihat sunrise lah ya. Mana cuma pakai celana pendek hawai
sama kaos tipis. Maklum waktu itu lagi road trip bareng keluarga dari Bali, eh
tiba-tiba bokap gue spontan ngajak mampir ke Bromo. Jadinya cuma pakai pakaian
seadanya. Fotonya juga sudah nggak tahu kemana.
Pertemuan kedua, sudah berangkat pagi buta, sampai sana hujan. Begitu sampai Pananjakan, sudah keburu ilfeel, terus hanya nongkrong di warung kopi makan pisang goreng sampai kenyang.
Pertemuan ketiga ini, seperti sudah berjodoh. Alhamdulillah berhasil lihat sunrise spektakuler di sana. Cuaca cerah banget, sampai bisa lihat milkyway.
Pertemuan kedua, sudah berangkat pagi buta, sampai sana hujan. Begitu sampai Pananjakan, sudah keburu ilfeel, terus hanya nongkrong di warung kopi makan pisang goreng sampai kenyang.
Pertemuan ketiga ini, seperti sudah berjodoh. Alhamdulillah berhasil lihat sunrise spektakuler di sana. Cuaca cerah banget, sampai bisa lihat milkyway.
Jam 12 malam, gue janjian dengan
@BromoAdventour, di lobi hotel. Tapi bodohnya, jam 11 gue ketiduran, dan
ditelepon sampai setengah satu baru kebangun. Langsung grabak-grubuk kayak
waria lagi dirazia. Udah nggak sempat dandan, langsung ambil semua barang-barang
yang mau dibawa, terus lari ke kamar sebelah buat bangunin teman-teman
yang ada di sana. Mereka sudah bangun, tapi masih leyeh-leyeh.
Ternyata mereka pikir berangkatnya jam 1. Pantesan santai bener -_-
Gue lari lagi ke arah lobi, dan ternyata sudah
ada 2 cowok yang ikut open trip ini juga dan driver yang akan mengantar kami. Mereka
masih senyum setelah satu jam menunggu, dan gue takjub. Kok mereka nggak
kelihatan bete, sih? :D
Ini merupakan pengalaman pertama gue masuk
Bromo melalui Malang. Kalau dari Malang, ternyata juga bisa dijemput langsung pakai mobil
jeep. Gue kira ke sananya bakal pakai mobil biasa, lalu ganti ke mobil jeep
setelah sampai Bromo.
Perjalanan dari hotel di Malang ke Bromo kurang lebih
memakan waktu sekitar 1,5 – 2 jam. Bayangkan saja, dua jam berusaha nahan
kantuk di dalam jeep dan nggak bisa senderan. Untungnya, driver kami pengertian
banget. Dia sudah siapin bantal, bok!
Satu jam sebelum sampai, kami melalui jalanan
perbukitan, dimana sebelah kiri itu jurang, dan hanya muat satu mobil saja. Gue
nggak tahu bagaimana, tiba-tiba pas gue melek, kok jalanan nggak kelihatan sama sekali.
Di luar kabut tebal bukan main. Berkali-kali gue membelalakkan mata sambil
ngebatin, “Ini gue masih di dunia, kan? Should I follow the light?”. Abis seram
bangetttt gelap gulita… T.T
Saking nggak kelihatannya jalanan di depan, Pak
Eko - driver kami, sampai harus keluarin kepalanya dari jendela mobil buat melihat
jalan. Gue takut masuk jurang. Soalnya sebelum merem kan sebelah kiri gue masih
jurang. Akhirnya gue tanya ke Pak Eko, “Pak, ini kita lagi dimana, ya? Kok
kabutnya tebal amat”. “Ini di Pasir Berbisik itu loh, mba”, jawabnya singkat.
Oooooooohhhhh…. Pantesan!
Yaudah nggak jadi takut, deh. Kalau sudah di
Pasir Berbisik mah ya udah lewat jurangnya. Tapi tetap saja nggak bisa tidur. Susah payah mata ditahan buat melek sampai akhirnya kami tiba di Pananjakan. Karena tiba di sana masih sekitar pukul 3 pagi, jeep kami masih dapat parkiran di dekat gerbang masuk Pananjakan. Dulu, saat kunjungan kedua ke Bromo, gue tiba sudah hampir subuh dan jeep yang gue tumpangi sudah nggak kebagian parkir di depan. Akhirnya terpaksa naik ojek sampai Pananjakan seharga 50k IDR PP. Berhubung dulu nggak tahu sama sekali sejauh apa jaraknya, jadi gue nurut saja pas disuruh naik ojek. Beruntungnya, pada kunjungan kali ini gue nggak mengalami hal yang sama.
Kami bergegas menuju sunrise point di Pananjakan 1. Titik ini adalah lokasi paling umum untuk melihat sunrise di Taman Nasional Gunung Bromo. Kalau kata @papanpelangi, yang kebetulan waktu itu juga ternyata sedang berada di Bromo, lebih asyik melihat sunrise dari Seruni point. Hanya saja masuknya harus melalui Probolinggo. Mungkin jika ada jodoh untuk bertemu lagi dengan Gunung Bromo, bisa dicoba tuh ke Seruni point.
Di Pananjakan 1, sudah ada ratusan orang memadati area yang dikhususkan untuk melihat sunrise. Semua orang berlomba saling cepat menempati posisi strategis agar bisa menangkap momen sunrise pagi itu. Gue pun nggak mau kalah ketinggalan. Kami duduk dekat tembok pembatas yang ada di ujung tebing Pananjakan. Dalam hal ini, gue memraktekkan jurus ibu-ibu sparta di KRL. Begitu orang yang duduk tepat menempel di tembok tersebut lengah, gue langsung menempati posisinya. Pas orang itu balik, mukanya merongos begitu lihat sudah ada gue yang menempati posisinya semula. Lagian siapa suruh pindah-pindah.:p
Hawa dingin perlahan mulai menusuk ujung-ujung jari tangan. Sarung tangan gocengan yang sempat gue beli di Malang cukup membantu. Apa jadinya kalau gue nggak memakai sarung tangan sama sekali pagi itu. Jaket yang dulu gue beli di flea market dan atasan heattech yang pernah gue kenakan saat winter trip ke Korea juga lumayan ampuh. Setidaknya meskipun duduk di atas tanah dengan suhu udara seperti itu selama hampir 3 jam, gue nggak sempat merasakan menggigil kedinginan sama sekali.
Saat cahaya matahari perlahan mulai muncul, semua orang serentak berdiri. Gue langsung meraih tiang pembatas, dan naik ke pijakan tembok. Kamera langsung gue letakkan di atas tembok. Ternyata banyak juga yang mengincar posisi gue berdiri. Ada mas-mas yang entah dari mana datangnya, tiba-tiba berdiri di sebelah gue dan ikut meletakkan handphonenya di atas tembok. Awalnya gue nggak memperhatikan banget, pas gue mulai ngeuh, tangannya mulai menggeser perlahan posisi kamera gue. Menyadari hal ini, gue langsung mengembalikan posisi kamera seperti semula. Yah, bodo amat dah. Cuaca sudah mendukung, masa harus gagal potret sunrise lagi cuma gara-gara rebutan posisi pw sama masteng-masteng.
[Baca juga: Inspirasi Warna-warni Kampung Jodipan]
Motret sunrise maupun sunset itu butuh perjuangan, karena harus berpacu dengan waktu. Jangan sampai melewatkan momen terbaiknya hanya karena kelamaan setting kamera, dll. Jadi meskipun saat itu masih gelap, gue coba ubah setting kamera ke settingan long exposure. Resikonya ya kamera nggak boleh bergerak sama sekali. Itu dia kenapa gue sensi banget sama mas-mas yang mau coba-coba menggeser letak kamera gue. Alhamdulillah, meskipun keadaan aktualnya hanya ada sedikit cahaya saja, foto sunrisenya bikin happy. Maklum, bisa memotret Gunung Bromo di pagi hari adalah salah satu keinginan sejak lama. Makanya gue nggak menolak berangkat ke Bromo untuk yang ketiga kalinya, demi mendapatkan foto sunrise di Gunung Bromo.
Dirasa sudah cukup mendapatkan foto yang diinginkan, gue dan teman-teman segera beranjak dari sana dan mampir ke salah satu warung kopi yang nggak jauh dari sunrise point. Sebagai penggemar pisang goreng, gue langsung mencomot tumpukan pisang goreng yang sudah ada di atas meja. Lima potong pisang goreng dan segelas teh manis hangat buat mengganjal perut pagi itu. Iya tahu, lima potong. Maklum, penampang perut gue luas, jadi ganjalannya kudu banyak. Oh iya, kalau ke sana, jangan lupa untuk cobain tehnya juga deh. Rasanya beda dengan yang biasa gue minum. Kalau kata Pak Bondan mah, "Rasanya santun". Gue sempat tanya merk tehnya apa ke penjaga warungnya, tapi dijawab sambil cengengesan, "Teh cap naga, mbak". Pas gue cari di Malang, nggak nemu. T.T
Selepas dari Pananjakan 1, Pak Eko mengajak kami ke beberapa spot lain yang ada di Taman Nasional Gunung Bromo. Gue percayakan hal ini sama beliau, karena belum sempat googling lagi spot foto yang bagus di mana saja selama ada di sana. Kalau misalkan gue tiba-tiba melihat spot bagus, Pak Eko dengan senang hati akan melipir. Drivernya rekomen banget, deh! Eh iya, beliau juga jago moto, mengerti di mana angle yang bagus.
Kami bergegas menuju sunrise point di Pananjakan 1. Titik ini adalah lokasi paling umum untuk melihat sunrise di Taman Nasional Gunung Bromo. Kalau kata @papanpelangi, yang kebetulan waktu itu juga ternyata sedang berada di Bromo, lebih asyik melihat sunrise dari Seruni point. Hanya saja masuknya harus melalui Probolinggo. Mungkin jika ada jodoh untuk bertemu lagi dengan Gunung Bromo, bisa dicoba tuh ke Seruni point.
Di Pananjakan 1, sudah ada ratusan orang memadati area yang dikhususkan untuk melihat sunrise. Semua orang berlomba saling cepat menempati posisi strategis agar bisa menangkap momen sunrise pagi itu. Gue pun nggak mau kalah ketinggalan. Kami duduk dekat tembok pembatas yang ada di ujung tebing Pananjakan. Dalam hal ini, gue memraktekkan jurus ibu-ibu sparta di KRL. Begitu orang yang duduk tepat menempel di tembok tersebut lengah, gue langsung menempati posisinya. Pas orang itu balik, mukanya merongos begitu lihat sudah ada gue yang menempati posisinya semula. Lagian siapa suruh pindah-pindah.:p
Hawa dingin perlahan mulai menusuk ujung-ujung jari tangan. Sarung tangan gocengan yang sempat gue beli di Malang cukup membantu. Apa jadinya kalau gue nggak memakai sarung tangan sama sekali pagi itu. Jaket yang dulu gue beli di flea market dan atasan heattech yang pernah gue kenakan saat winter trip ke Korea juga lumayan ampuh. Setidaknya meskipun duduk di atas tanah dengan suhu udara seperti itu selama hampir 3 jam, gue nggak sempat merasakan menggigil kedinginan sama sekali.
Saat cahaya matahari perlahan mulai muncul, semua orang serentak berdiri. Gue langsung meraih tiang pembatas, dan naik ke pijakan tembok. Kamera langsung gue letakkan di atas tembok. Ternyata banyak juga yang mengincar posisi gue berdiri. Ada mas-mas yang entah dari mana datangnya, tiba-tiba berdiri di sebelah gue dan ikut meletakkan handphonenya di atas tembok. Awalnya gue nggak memperhatikan banget, pas gue mulai ngeuh, tangannya mulai menggeser perlahan posisi kamera gue. Menyadari hal ini, gue langsung mengembalikan posisi kamera seperti semula. Yah, bodo amat dah. Cuaca sudah mendukung, masa harus gagal potret sunrise lagi cuma gara-gara rebutan posisi pw sama masteng-masteng.
[Baca juga: Inspirasi Warna-warni Kampung Jodipan]
Motret sunrise maupun sunset itu butuh perjuangan, karena harus berpacu dengan waktu. Jangan sampai melewatkan momen terbaiknya hanya karena kelamaan setting kamera, dll. Jadi meskipun saat itu masih gelap, gue coba ubah setting kamera ke settingan long exposure. Resikonya ya kamera nggak boleh bergerak sama sekali. Itu dia kenapa gue sensi banget sama mas-mas yang mau coba-coba menggeser letak kamera gue. Alhamdulillah, meskipun keadaan aktualnya hanya ada sedikit cahaya saja, foto sunrisenya bikin happy. Maklum, bisa memotret Gunung Bromo di pagi hari adalah salah satu keinginan sejak lama. Makanya gue nggak menolak berangkat ke Bromo untuk yang ketiga kalinya, demi mendapatkan foto sunrise di Gunung Bromo.
Dirasa sudah cukup mendapatkan foto yang diinginkan, gue dan teman-teman segera beranjak dari sana dan mampir ke salah satu warung kopi yang nggak jauh dari sunrise point. Sebagai penggemar pisang goreng, gue langsung mencomot tumpukan pisang goreng yang sudah ada di atas meja. Lima potong pisang goreng dan segelas teh manis hangat buat mengganjal perut pagi itu. Iya tahu, lima potong. Maklum, penampang perut gue luas, jadi ganjalannya kudu banyak. Oh iya, kalau ke sana, jangan lupa untuk cobain tehnya juga deh. Rasanya beda dengan yang biasa gue minum. Kalau kata Pak Bondan mah, "Rasanya santun". Gue sempat tanya merk tehnya apa ke penjaga warungnya, tapi dijawab sambil cengengesan, "Teh cap naga, mbak". Pas gue cari di Malang, nggak nemu. T.T
Selepas dari Pananjakan 1, Pak Eko mengajak kami ke beberapa spot lain yang ada di Taman Nasional Gunung Bromo. Gue percayakan hal ini sama beliau, karena belum sempat googling lagi spot foto yang bagus di mana saja selama ada di sana. Kalau misalkan gue tiba-tiba melihat spot bagus, Pak Eko dengan senang hati akan melipir. Drivernya rekomen banget, deh! Eh iya, beliau juga jago moto, mengerti di mana angle yang bagus.
Saat mobil jeep sampai di Pasir Berbisik, Pak Eko menawarkan kami untuk naik dan duduk di atas atap mobil. Si Ikhwan langsung semangat mau naik, tapi ternyata malah dilarang Pak Eko karena overweight. Takut atapnya roboh, terus nanti kalau niban orang-orang yang lagi duduk anteng di dalam mobil sampai jeroannya mojrot keluar, gimana atuh? :))
Gue cukup beruntung diizinkan untuk duduk di atas. Ternyata seru juga duduk di atas atap mobil jeep. Deg-degan karena takut jatuh, tapi Pak Eko kembali meyakinkan gue kalau dia nggak bakalan nyetir ugal-ugalan. Benar saja, selama duduk di atas atap jeep, gue sangat menikmatinya. Berasa keren aja gitu. :D
Begitu tiba di parkiran jeep yang ada di depan Gunung Batok, gue dan teman-teman memutuskan untuk nggak naik hingga puncak Gunung Bromo. Alasannya sepele, masih capek setelah diterpa jalanan ke Pantai Sendiki sehari sebelumnya. Ternyata dua orang teman sejeep yang barengan itu juga nggak naik ke puncak. Alasannya pun sama, capek.
[Baca juga:Perjalanan Panjang ke Pantai Sendiki]
Setelah diantar Pak Eko ke semua spot-spot andalannya, akhirnya kami bergegas pulang. Badan lelah dan mata yang masih ngantuk sudah nggak bisa diajak kompromi lagi. Terbukti selama perjalanan pulang, penumpang yang duduk di kursi belakang sudah dalam posisi mulut terbuka lebar dan kepala mendongak ke atas, bersender pada badan mobil. Padahal, kalau kuat melek, pemandangan selama perjalanan pulang itu bagus banget.
Di bukit teletubbies |
iklan peditox |
FOLLOW ME HERE
14 Comments
Kak, saya baru aja pulangya dari Bromo dan gagal lihat sunrise karena semua ketutup kabut. Ini kakak ke Bromo kapan ya? Pas musim kemarau kah? Viewnya menawan.
ReplyDeleteWah, sayang ya. Ini bulan Mei lalu perginya, baru banget mau masuk musim kemarau kalau nggak salah.
DeleteItu tandanya mesti ke Bromo lagi, mas.. hehehe
Hehehe iya, Kak, bakal ke Bromo lagi, penasaran hehe. Semoga jodoh di kunjungan berikutnya. Makasih ya, Kak
DeleteAsliiii, dapet sunrise keren di bromo.. Aduh viewnya lagi keren2nya lagi tuh bromo.. pernah kesana 1x tapi pas berburu sunrise, eeeh mendung hiks... Haruskah kesana 2x lagi supaya dapet sunrise kece? :(
ReplyDelete-Traveler Paruh Waktu
Kalau aku ke suatu tempat dan belum beruntung untuk melihat best moment nya pada saat itu, pasti dijadikan PR supaya next time bisa balik lagi ke sana. Udah cuzz ke Bromo lagi!
DeleteDuuuhhh keren ya kak. Sunrisenya nya kece.. mendaki itu juga seru banget ya kak. Pokoknya kece deh buat view2 nya. Jadi ngiler buat mendaki kesna juga .
ReplyDeleteKalau aku ke sana nggak mendaki, diantar naik jeep :D
DeleteMain ke Penanjakan, trus main ke Bromo duluu banget 2012 huehehe. Masih SMA, algu lucu-lucunya, jadi paling banyak ya swafoto -_- tapi ada siih sunrise nya wkwk.
ReplyDeleteBromo mah emang kayak salah satu signature dish di Jawa Timur, gak heran.....cantik sih wkwk.
That's why ya kenapa bisa jadi priomadona Jawa Timur. Waktu kunjunganku tahun 2002 malah nggak ada fotonya lagi T.T
Deletehuhu belum pernah kesampean ke Bromo, padahal juara banget yaa view disana:"
ReplyDeleteBromo tuh harus dimasukin one of bucket list in Indonesia deh pokoknya. Keren parah!
Deletedua kali sunrise-an di bromo
ReplyDeletememang butuh perjuangan
terutama hawa dingin nya
brrrrrr
Iya, dinginnya itu lumayan nusuk ya kalau pagi buta, tapi worth it banget!
DeleteNgga nyangka sunrise di bromo keren banget.
ReplyDeleteDulu liatnya dari bukit cinta, next time mau liat view point yang lain.
Ngga bakal bosen ke sana haha
Please notice: Subscribe to my blog before you leave a comment. Any active link on comment will be automatically deleted. Thank you for reading!