Pertama kali travelling ke Jepang,
siapa yang nggak tertarik untuk mampir ke Kyoto? Kalau Indonesia punya Jogja
yang masih kental akan budayanya, maka Jepang pun punya Kyoto. Gue termasuk
yang nggak mau melewatkan Kyoto dari list itinerary. Kota tua nan cantik
ini seakan punya daya magis tersendiri dalam menarik minat wisatawan.
Sayangnya, gue hanya menyempatkan waktu satu hari saja di pusat Kota Kyoto,
sebelum keesokan harinya beranjak ke Arashiyama. Lalu ke mana saja di Kyoto
jika hanya punya waktu sehari? Yuk, kita simak secantik apa Kyoto hingga
berhasil buat gue langsung jatuh cinta!
Tiba di Kyoto dari Tokyo
Seperti yang sudah gue ceritakan di post sebelumnya, gue dan teman-teman
memilih naik bus malam dari Tokyo demi menghemat budget penginapan. Harga
busnya pun lebih murah dibandingkan dengan harga tiket kereta. Kami tiba di
Gion-Shijo sekitar pukul 7 pagi, diturunkan di pinggir jalan raya tepat di
halte khusus Willer bus. 10 menit sebelum bus sampai di halte, sang supir
mengumumkan bahwa kami akan tiba di tujuan dengan speaker. Suara speakernya pun
halus banget, nggak sampai membuat penumpang kaget. Gue rekomen banget deh bus
ini.
Sejak
pertama kali membuka mata hari itu, gue sudah tahu kalau gue bakal jatuh cinta
banget dengan kota ini. Bus berhenti di halte bus yang tepat berada di samping
Kamo River. Suasana pagi hari di sana menyenangkan sekali. Kalau nggak ingat
ada itinerary yang sudah dibuat dan kondisi muka yang masih polos belum cuci
muka apalagi sikat gigi, mungkin gue lebih memilih untuk duduk-duduk santai di
pinggir sungai itu.
Semalaman
kami satu bus dengan rombongan ibu-ibu asal Malaysia. Jadi nggak terasa seperti
sedang di Jepang saat berada di dalam bus. Mereka pun turun di halte yang sama
dengan kami. Gue sempat bingung harus ke mana setelah tiba di halte tersebut.
Akhirnya gue memutuskan untuk mengikuti ke mana rombongan ibu-ibu itu
melangkah. Mereka menuju Gion Shijo station yang letaknya memang dekat sekali
dengan halte bus. Begitu sampai di stasiun, mereka sepertinya melipir ke café,
sedangkan kami langsung sibuk cari coin locker.
Terjadi Lagi, Susahnya Cari Coin Locker
Meskipun
masih pagi, ternyata ketersediaan coin locker ukuran terbesar di Gion-Shijo
station sudah habis. Gue bingung mau nitip koper di mana lagi, sedangkan agenda
kami pagi itu adalah ke Fushimi Inari. Akhirnya gue nekat langsung ke Fushimi
Inari station, dengan harapan masih ada coin locker di sana. Kalau pun nggak
ada, ya sudah pasrah geret koper di tempat wisata.
Dari
Gion-shijo ke Fushimi Inari station harus naik kereta dulu. Dekat kok, hanya
melewati lima stasiun. Sesampainya di Fushimi Inari Station, gue lumayan
bingung. Soalnya model stasiunnya kayak Stasiun Cawang. Bukan stasiun bawah
tanah gitu. Tapi untungnya begitu turun dari kereta, langsung nemu coin locker
dan masih banyak yang kosong. Tanpa banyak basa-basi, gue dan teman-teman
langsung bongkar koper, ambil pakaian yang mau kami kenakan hari itu beserta
peralatan mandi dan makeup. Kami bergantian ke toilet untuk bersih-bersih.
Setelah kelar semua, koper dimasukkan ke loker yang berukuran paling besar. Biaya
sewa locker ukuran large sekitar ¥800 (sekitar Rp. 104,000). Pastikan semua barang
yang mau kalian bawa selama seharian sudah kalian ambil, karena kalau sudah
terkunci dan kalian buka, untuk menguncinya lagi berarti harus bayar lagi.
Fushimi Inari Taisha
Getting There: Dari Gion-shijo Station, naik kereta turun langsung di Fushimi
Inari Station (5 stops). Ongkosnya ¥210. Setelah keluar stasiun, tinggal
belok kiri dan ikuti saja ke mana orang-orang berjalan. :D
Fushimi
Inari Taisha ini adalah salah satu kuil Shinto terbesar dan yang paling
diagungkan untuk menghormati dewa padi. Jika melihat sejarah panjang yang
dimiliki Fushimi Inari Taisha, mungkin bakal capek bacanya. Toh gue juga
sebenarnya nggak paham banget, jadi kalian bisa cari sumber literatur yang bisa
diandalkan. Kondisi dan suasana di sana yang penuh turis membuat gue kurang
nyaman menikmati setiap sudut kuil. Jika kalian ke sana, coba sempatkan deh
untuk membaca sejarah yang ada di beberapa sudut kuil. Biar nggak menyesatkan
kayak gue.
Fushimi Inari ini merupakan salah satu icon dan objek wisata
gratis yang ada di Kyoto. Kalau ke Kyoto tanpa mampir ke Fushimi Inari tuh
bakal mubazir banget. Tempat ini pernah dipakai syuting Memoirs of Geisha.
Di
dalam komplek kuil ini ada Torii Gate yang sangat terkenal. Ini dia yang
menjadi daya tarik para traveler dari seluruh penjuru dunia. Berhubung Fushimi
Inari Taisha buka selama 24 jam, gue sarankan kalian untuk datang sepagi
mungkin. Kalau perlu sekalian sunrise. Kalau kesiangan dikit, tempat ini
bakal dipenuhi oleh turis. Gue benar-benar nggak bisa ambil foto tanpa bocor
sama sekali.
Jumlah
Torii Gate yang ada di sini tuh ratusan
dan merupakan sumbangan dari perusahaan-perusahaan yang ada di Jepang. Kalau
punya waktu lebih, kalian bisa menyusuri Torii Gate sampai ke puncak gunung.
Katanya sih bakal menghabiskan waktu sekitar lebih dari dua jam. Gue? Ya sudah
pasti nggak sampai ujung. Lelah Hayati, bang..
Berburu Jajanan di Depan Fushimi Inari Taisha
Jadi begitu puas ambil foto, gue dan teman-teman langsung balik
ke Fushimi Inari Station. Oh iya, di sepanjang perjalanan dari Fushimi Inari
Taisha ke stasiun, ada banyak street food dan kafe. Harganya? Sudah pasti
lebih mahal karena masih berada di kawasan objek wisata.
Salah satu yang kami coba yaitu chicken karage yang dipotong
kecil-kecil lalu ditusuk dengan tusuk sate dan dimasukkan ke dalam gelas
karton. Dari aromanya saat digoreng itulah yang membuat kami tertarik untuk
cobain. Harganya ¥400 dan dibagi berempat. Jadi per orang patungan ¥100 deh.
Rasanya enak, bagian luarnya tuh krispi banget tapi di dalamnya masih juicy.
Kayaknya sih dimakan pakai nasi dan dicocol saus sambal bakal lebih nikmat. Indonesia
banget nggak tuh!
Jajanan kedua yang kami coba adalah mochi. Sayangnya, saat mau
beli mochi, dua teman yang lain nggak mau ikutan patungan. Jadi hanya gue dan
Ulfa yang beli. Alasan teman yang nggak mau ikut patungan adalah karena takut
nggak suka. Bagaimana dia tahu bakal nggak suka kalau nggak pernah coba, ye
kan? Well, dari awal lihat kue mochi ini, memang gue sudah penasaran
banget mau cobain. Mumpung lagi di Jepang, nih. Sayang banget kalau sampai
nggak nyobain mochi ala Jepang. Harganya ¥400 per buah. Cukup mahal memang tapi
ukurannya lumayan besar kok. Rasanya beneran enak, manisnya pas, dan chewy
banget. Kalau kalian mau cobain mochi kayak gini juga, mendingan cobain di
tempat lain yang menawarkan harga lebih murah. Karena ternyata rata-rata harga mochi
ini di tempat lain hanya ¥250 aja donk!
Sisa jajanan lain di sana sangat meragukan. Meskipun banyak
banget pilihannya. Ada kobe beef, mie goreng ala Jepang, sampai sate babi pun
ada. Lah ya gue takut salah makan, kan. Akhirnya setelah jajan dua makanan itu,
kami langsung bergegas menuju stasiun.
Sewa Kimono di Gion-shijo
Getting There: Naik kereta Keihan Main Line, turun di Gion-shijo Station exit
9. Begitu keluar stasiun, jalan lurus sedikit lalu belok kanan. Begitu ketemu
pertigaan, bakal lihat Family Mart. Nah lokasi tempat sewa kimono ada di atas
Family Mart.
Seperti yang sudah gue ceritakan di postingan review sewa
kimono di Kyoto sebelumnya, gue
memutuskan untuk menyewa kimono untuk keliling Gion distrik. Kami hanya punya
waktu sehari di Kyoto dan nggak bakal mengunjungi semua tempat menarik di sana,
akhirnya gue memilih menghabiskan waktu lebih lama di Gion. Supaya lebih cetar
dan memorable, gue memilih untuk sewa kimono sekalian.
Kami menghabiskan waktu kurang lebih hampir dua jam di toko KyotoKimono Rental Wargo. Memakai kimono ternyata ribet juga, bok. Pantas saja lama.
Belum lagi gue minta dikondein dulu rambutnya. So far, gue puas dengan
pelayanan di Kyoto Kimono Rental Wargo. Recommended!
Keliling Gion Distrik
Setelah semua berdandan cantik dengan memakai kimono, kami
langsung jalan keliling Gion distrik. Pusat keramaian Gion distrik hanya
berjarak beberapa blok saja dari tempat penyewaan kimono.
Awalnya sempat malu juga sih pakai kimono, tapi baiknya orang
Jepang itu nggak kepo sama urusan orang lain. Jadi nggak ada deh tatapan
aneh selama kami memakai kimono.
Kawasan Gion sudah pasti penuh turis. Meskipun begitu, masih
banyak kok spot-spot yang sepi. Masuk saja ke gang-gang kecil. Di kawasan ini
banyak bar-bar yang baru akan buka pada malam hari. Jadi saat kami berada di
sana, jangan harap ketemu Geisha. Toko dan bar pun belum buka.
Setelah
itu, kami memutuskan untuk ke Yasaka Shrine dan Maruyama Park dengan
harapan bakal ketemu sakura lagi. Maruyama Park sudah terkenal sebagai
spot untuk berburu sakura di Kyoto. Taman ini sering dijadikan spot untuk
hanami. Ada beberapa kios makanan di sana dengan bale-bale. Biasanya mereka
menikmati sake di bale-bale sambil menikmati keindahan bunga sakura. Kalau
kehabisan spot duduk di sana, bisa piknik lesehan di atas terpal yang sudah
disediakan. Gue dan teman-teman memilih duduk di atas terpal ini. Sayangnya,
pohon sakura yang masih tersisa hanya tinggal 3 pohon saja. Ya mendingan lah ya
daripada nggak ada sama sekali. Piknik di atas terpal ini gratis kok, kalian
tinggal bawa perbekalan makanan saja.
Yasaka
Shrine nggak terlalu ramai di sore hari. Gue sempat memperhatikan orang-orang
yang datang untuk beribadah. Di area depan kuil juga ada street food. Kami
patungan beli satu tusuk crab stick. Ukurannya cukup besar, makanya bisa
patungan. Di kios crab stick ada tulisan “No photo”, jadi gue nggak berani
ambil foto di sana. Foto yang gue upload ini adalah penjual crab stick yang ada
di depan Fushimi Inari.
Karena sudah kelelahan dan baterai kamera beserta gadget sudah
habis semua, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke tempat penyewaan kimono.
Jadwal pengembalian kimono adalah pukul 18:30. Kami sudah kembali ke sana tepat
setengah jam sebelum jadwal.
Setelah mengganti pakaian, kami juga sempat minta izin untuk
shalat di @kyotokimonorental.wargo.
Alhamdulillah diberi space di tempat ganti baju, wudhunya bisa di toilet yang
ada di sana. Menurut gue Kyoto Kimono Rental Wargo ini memang Muslim friendly
banget, sih. Soalnya stafnya langsung mengerti begitu teman gue bilang, “May I
use a space in here to have prayer?”. Tanpa banyak bicara, stafnya langsung
bilang oke dan memberi tahu di mana tempatnya.
Kaki masih pegal, badan juga sudah capek banget. Ulfa mengajak
kami untuk istirahat sebentar di Family mart yang memang berada di bangunan
yang sama dengan Kyoto Kimono Rental Wargo. Area tempat duduknya ada di lantai
dua, selantai dengan tempat penyewaan kimono. Sementara area minimarketnya ada
di lantai dasar. Di sana kami sempat mengisi baterai kamera juga sambil update
instagram. :D
Begitu
kaki sudah mulai bersahabat untuk diajak jalan, kami langsung melanjutkan
perjalanan lagi, yaitu mengambil koper dan check in ke apartemen. Baru saja
keluar bangunan, ternyata ada pohon sakura yang letaknya di pinggir sungai.
Kami langsung berhenti dan foto-foto sebentar. Pemandangan yang kami lihat ini
sepintas mirip dengan Naka-Meguro, meskipun nggak mirip-mirip amat, sih.
Maklum, kami sempat kecewa di hari sebelumnya ketika sudah sampai di Naka-Meguro
Station, ternyata kata petugas stasiunnya sudah nggak ada lagi cherry blossom
di sana.
Ternyata suasana malam di Gion distrik romantis banget!
Lampu-lampu di depan toko atau rumah-rumah tradisional sudah mulai dinyalakan.
Cahayanya yang temaram dengan sisa-sisa pohon sakura yang masih mekar di
sepanjang jalan dan udara dingin yang mulai menusuk, bikin tiba-tiba jadi
kangen Jonghyun CNBlue. #Eh
Puas foto-foto di sana dan dibikin baper sama suasana malam di
Gion, kami kembali ke Fushimi Inari Station untuk mengambil koper. Sementara
apartemen yang sudah kami sewa di Airbnb berada dekat dengan Tofokuji Station.
Begitu sampai di Tofokuji Station, kami sempat salah keluar
pintu exit. Mungkin karena sudah terlalu lelah, jadi hilang fokus nih. Untungnya
ada bapak-bapak yang membantu kami membawa koper saat menuruni anak tangga.
Begitu sampai di lantai bawah, eh nemu lift. Kan bangke ya! Akhirnya melihat
salah satu pegawai di stasiun dan tanpa ragu bertanya padanya bagaimana cara
keluar dari stasiun ini.
Perjuangan Mencari Apartemen
Setelah berhasil keluar stasiun, lagi-lagi ada drama mencari
bangunan apartemen. Jauh sebelum berangkat ke Jepang, pemilik apartemen sudah
mengirim email berisi petunjuk dari Tofokuji Station menuju ke apartemen.
Isinya detail banget, disertai foto bangunannya segala. Dengan yakin gue jalan
terus. Tiba-tiba Ulfa manggil, “Oma, kayaknya ini deh apartemennya”. Gue
melihat ke sekeliling bangunan. Memang mirip, tapi beda ah. Gue masih
nggak yakin kalau bangunan yang ditunjuk Ulfa itu adalah apartemen yang kami
tuju. Karena nggak yakim, gue bilang ke Ulfa bahwa bangunan itu nggak sama
seperti di foto. Tapi Ulfa masih kekeuh.
Karena gue sudah pernah lihat seperti apa penampakan
apartemennya di google maps dan sudah gue ingat betul kira-kira seberapa jauh
jaraknya dari Tofokuji Station, gue juga nggak mau pasrah gitu aja. Gue tetap
jalan ke depan, sementara teman-teman gue yang lain jauh di belakang karena
mereka masih antara percaya nggak percaya dengan pendapat gue. Tiba-tiba ada
seorang wanita yang sedang naik sepeda berhenti di dekat kami. Dia bertanya
kami mau ke mana. Kayaknya terlihat jelas banget ya di raut muka kami yang
kebingungan. Kami menyodorkan gawai ke wanita itu dan menanyakan lokasi
apartemen yang kami maksud. Sayangnya, dia juga belum lama tinggal di daerah
situ. Jadi nggak bisa banyak membantu.
Ulfa mau balik lagi ke bangunan yang pertama kami lihat. Karena
gue juga nggak mau ngalah saking yakinnya, akhirnya gue bilang ke mereka, “Ya udah
gue lihat sendiri duluan deh. Gue udah lihat kok di google maps. Kalian yakin
nggak bangunan yang tadi? Udah pernah ngecek belum di google maps sama file
yang dikasih ownernya?”. Mereka nggak ada yang bisa jawab pasti. Ujung-ujungnya
ngikutin gue di belakang. :D
Benar saja, nggak lama kemudian gue melihat bangunan yang mirip
banget dengan foto yang gue lihat di google maps dan file yang dikasih pemilik
apartemen. Bangunannya sudah tua, kayak nggak terawat gitu. Dengan muka girang,
gue langsung manggil Ulfa yang masih ketinggalan di belakang. Bantuin dia
bawain kopernya. “Nih, lebih mirip mana yang di foto sama bangunan yang tadi?”,
tanya gue ke Ulfa. “Oh iya”, jawabnya sambil cengar-cengir.
Unit yang kami sewa katanya sih ada di lantai tiga. Permasalahan
terbesarnya adalah apartemen ini nggak punya lift. Jadi kami harus gotong koper
segede gaban sampai lantai tiga. By the way, bangunannya memang hanya
sampai lantai tiga. Sang pemilik hanya memberikan informasi sangat terbatas.
Dia nggak kasih nomer unitnya, hanya bilang ada di lantai tiga dan pintunya
nggak terkunci.
Setelah berhasil naik ke lantai tiga dengan darah dan
perjuangan, kami cek lagi tuh filenya. Ternyata memang nggak dikasih nomer unit
apartemennya. Tahu nggak apa yang kami lakukan? Kami cek satu persatu, unit
mana yang lampunya mati. Di lantai itu kurang lebih hanya ada 10 unit dan hanya
ada sekitar tiga unit yang lampunya mati. Dari ketiga unit itu, kami cek lagi
kira-kira unit yang mana yang nggak terkunci dengan cara melihat posisi lubang
kuncinya. Dari ketiga unit ini, mana yang posisi lubang kuncinya beda sendiri.
Akhirnya nemu satu nih dan pas Ulfa coba buka, bisa terbuka. Pintunya nggak
terkunci sama sekali. Tapi kami nggak langsung masuk dan membawa koper. Gue
masih mau ngecek dulu apakah ini unit yang benar atau nggak. Pas gue masuk, gue
heran banget soalnya kamarnya ada tiga. Sementara unit yang kami sewa itu hanya
ada satu kamar. Meskipun motif spreinya sama seperti yang ada di foto. Nah lho!
Karena masih ragu, akhirnya kami keluar lagi. Nggak lama
kemudian ada rombongan keluarga yang kalau gue dengar sih asalnya dari Korea
Selatan, tiba-tiba masuk ke unit yang baru saja kami tutup pintunya. Mereka
check in di unit itu. Fiuh, hampir saja kami tertangkap basah. Dua teman yang lain
turun ke lantai dua mengecek kemungkinan lain. Ternyata ada unit yang nggak
terkunci juga. Kami coba masuk dan akhirnya benar! Ya Allah... rempong banget
dah mau check in doank. Inilah mengapa gue nggak share apartemen yang kami sewa
di Kyoto ini ke khalayak ramai. Karena memang nggak rekomen dari segi lokasi
dan kemudahan check in. Meskipun fasilitas di dalam unitnya cukup nyaman ya.
Setelah berhasil check in, kami langsung beres-beres. Gue
memilih kasur tatami di lantai, sedangkan teman-teman yang lain tidur di atas
kasur normal. Sebelum tidur gue sempat mandi berendam air panas. Nikmat banget
ya Allah.
Hari
keempat ini menurut gue sangat amat melelahkan. Maklum belum istirahat dengan
baik sejak tiba di Kyoto. Semalaman tidur di bus pula. Meskipun busnya nyaman,
tetap saja nggak ada yang bisa mengalahkan kenikmatan tidur di atas kasur. Hari
selanjutnya kira-kira bakal ke mana ya??
Baca juga!
Japan Travel Hack:
Cara membuat visa Jepang ~ Repot bawa koper di Jepang ~ Sewa kimono di Kyoto ~ Perlukah JR Pass? ~ Sewa WiFi di Jepang ~ Panduan membeli tiket Willer Bus ~ Rincian budget travelling ke Jepang ~ Itinerary trip ke Jepang 11 hari ~ Persiapan sebelum travelling ke Jepang ~ Ide Travel Outfit ke Jepang
5 Comments
Ya ampun dibalik foto2 cantik ternyata perjuangannya panjang ya. Tapi jadi Ada bahan buat ngeblog kaan ? Hahhahaa. Tapi hasilnya maksimal lah Baik foto maupun bahan blog
ReplyDeleteSetuju... mau susah senang kalau lagi travelling bisa jadi konten yes :D
DeleteAku sich senyum senyum bacanya pas kalian mau check in apartemen, secara ndak dikunci dan tebak tebakan mana yang nggak kekunci. Hahhaahha
ReplyDeleteKayak lagi ikutan kuis tebak-tebakan loh itu.. :))
DeleteSecara pribadi saya jauh lebih menyukai suasana Kyoto yang semi tradisional ketimbang Tokyo yang menurut saya sangat metropolis. Mengelilingi kawasan Gion dengan jalan kaki itu bener-bener kaya dibawa balik ke masa lalu, apalagi sesekali ada geisha-geisha berkimono lengkap yang berpasapasan di jalan.
ReplyDeleteAnyway, kalo ga salah untuk sampai puncak Fushimi Inari itu ada 12ribuan anak tangga yang harus dinaiki, dan disepanjang jalan ada 6 atau 8 pos level. Mayoritas pengunjung biasanya sampai level 2 atau 3. Saking penasaran ada apa di atasnya, saya pernah mencoba hingga puncak. Ternyata di paling atas selain ada kuil kecil juga ada kuburan hehehe.
Please notice: Subscribe to my blog before you leave a comment. Any active link on comment will be automatically deleted. Thank you for reading!