Lagi-lagi gue mau cerita tentang pengalaman selama di Arashiyama.
Ketika hanya punya waktu setengah hari di sana, gue sempat bingung mau ngapain
saja. Bertanyalah gue kepada @felysianurul, google berjalan sejak zaman gue
travelling ke Korea Selatan. Katanya, kalau mau merasakan live like a local, gue harus sewa sepeda. Hampir di setiap kota
yang gue kunjungi di Jepang mempunyai jalanan yang bike friendly. Lalu kira-kira di mana tempat sewa sepeda yang tepat
di Arashiyama?
Ada banyak tempat penyewaan
sepeda di Kyoto, khususnya Arashiyama. Dengan cuaca yang cukup sejuk, bahkan
cenderung dingin, Arashiyama sangat cocok dikelilingi dengan bersepeda. Ketiak
nggak bakal cepat basah, cyin.
Sewa Sepeda di Mana?
Kebetulan gue dan travelmate
nggak sengaja menemukan tempat penyewaan sepeda ini. Lokasinya di belakang
Stasiun Saga-Arashiyama, di dalam gang kecil. Waktu itu kami sedang kebingungan
mau menitip koper di mana. Sebab coin
locker yang ada di Saga-Arashiyama Station sudah penuh. Saat bertanya ke
seorang petugas stasiun, katanya ada tempat penitipan koper nggak jauh dari
stasiun.
Begitu sampai di sana, ada banyak sepeda berjejer di depan toko. Kami disambut oleh seorang bapak paruh baya. Tanpa sepatah kata dalam bahasa Inggris sama sekali, senyum ramah langsung merekah dari wajahnya. Gue mengutarakan maksud ke sana, “Sumimasen, can I store our luggage here?”. Seorang temannya dari dalam sepertinya mendengar dan langsung menyuruh kami masuk untuk meletakkan koper-koper yang kami. Kemudian dia langsung mengikat semua koper kami jadi satu dan menempelkan nomer. Setelah itu menunjukkan daftar harga di jendela loket.
Harga penitipan kopernya jauh
lebih murah dibandingkan coin locker
yang ada di stasiun. Bayangkan saja nih ya. Harga sewa loker di stasiun 800
yen, sementara di tempat penyewaan sepeda ini hanya 300 yen saja. Itu untuk
koper ukuran besar lho, ya. Murah banget kan!
Setelah membayar biaya penitipan
koper, gue dan Ulfa nggak langsung pergi. Rencananya memang hanya kami berdua
yang akan menyewa sepeda. Lantaran Rima dan kakaknya nggak begitu lancar
mengendarai sepeda. Daripada kenapa-kenapa ye kan, mending jangan ambil resiko.
Biaya Sewa Sepeda di Arashiyama
Biaya sewa sepeda di tempat ini
1,000 yen/hari, sementara untuk sepeda anak-anak harganya 800 yen/hari. Pengertian per hari di sini bukan untuk 24 jam. Tapi hanya sampai pukul 5 sore. Jadi datanglah sepagi mungkin biar nggak rugi.
Sejujurnya gue belum cek atau survei sih berapa harga pasarannya untuk sewa sepeda. Tapi karena bapak-bapak di sana sudah begitu ramah, jadi nggak enak hati kalau sampai sewa sepeda di tempat lain. Lagipula kami juga sudah malas kalau harus cari lagi.
Sejujurnya gue belum cek atau survei sih berapa harga pasarannya untuk sewa sepeda. Tapi karena bapak-bapak di sana sudah begitu ramah, jadi nggak enak hati kalau sampai sewa sepeda di tempat lain. Lagipula kami juga sudah malas kalau harus cari lagi.
Meskipun ada besi boncengan di
belakang, kami nggak diperbolehkan untuk memakainya. Jadi satu sepeda hanya
untuk satu orang. Mereka juga nggak menyediakan sepeda tandom atau sejenisnya.
Kalau ada, mungkin dua travelmate lainnya sudah kami bonceng.
Sepeda dikayuh berjalan mengikuti
feeling. Melewati rumah-rumah mungil
khas Jepang. Kalau dari luasnya seperti rumah type 36 di Indonesia, tapi terasa
kental sekali ciri khas Jepangnya. Seperti apa yang @felysianurul bilang,
lingkungan perumahan di sana seperti di serial Doraemon, bok! Asri banget!
Susah Cari Tempat Parkir
Kami juga dibekali peta
Arashiyama yang berisi di mana spot-spot wisata dan tempat parkir sepeda.
Ternyata di Jepang memang nggak boleh sembarangan memarkir sepeda. Nggak bisa
seenaknya tiba-tiba berhenti lalu menaruh sepeda di pinggir jalan begitu saja.
Karena sepeda juga bisa ditilang, lho.
Jadi sebaiknya kalian juga harus memerhatikan hal ini ya. Jangan sungkan untuk
bertanya di mana saja lokasi parkir khusus sepeda berada.
Tujuan pertama gue dan Ulfa adalah nyobain kopi %Arabica Coffee di dekat Sungai Katsura. Ternyata nggak ada parkiran sepeda di dekat sana. Alhasil gue harus keliling lagi mencari tempat parkir sepeda. Gue sempat bertanya ke salah satu tukang becak di dekat kedai kopi tersebut tentang keberadaan parkiran sepeda. Dia menyuruh kami untuk ke Randen-Saga Station.
Begitu sampai sana, lokasi parkiran
sepedanya nyempil. Ada di samping stasiun. Lebih tepatnya di pojok, sih. Begitu
menemukannya, ada masalah baru lagi nih. Kami nggak mengerti bagaimana cara
memarkir sepeda di Jepang. Karena semua tulisannya kanji.
Lantaran nggak ada orang juga
yang bisa ditanya, kami coba-coba saja dan akhirnya berhasil. Ternyata cara
menguncinya sangat mudah. Di setiap parkiran ada besi yang akan otomatis
mengunci sepeda kita hanya dengan memasukkan roda depan di antara kedua besi
tersebut. Di tiap besi-besi itu ada nomernya juga yang nanti akan berguna saat
ingin mengeluarkan sepeda.
Masalah yang paling besar yang
kami hadapi adalah saat mau mengeluarkan sepedanya. Malih dan Bolot kembali
beraksi seperti sedang ikutan quiz. Karena hujan sudah mulai turun, jadinya
kami panik.
Jadi di depan gerbang parkiran
ada mesin pembayaran. Sebelum sepedanya diambil, kami wajib bayar dulu. Tapi
bagaimana bisa bayar kalau baca saja sulit. Bukan karena si Sri nggak lulus SD
atau sumber air su dekat sehingga Acok tak perlu lanjut sekolah agar bisa bantu
mamak ambil air. Tapi semua tulisannya dalam kanji.
Dalam hal ini gue sangat
mengandalkan Google Translate. Terpujilah engkau wahai Google! Gue foto tulisan yang nggak kami mengerti, lalu diartikan. Perlu waktu setengah jam hanya untuk
mengerti petunjuk tersebut. Ku pencet tombol dengan Bismillah. Lalu memasukkan
pecahan uang koin ke dalam lubang koin. Voila!!! Terdengar bunyi besi terbuka
di area parkiran.
Untuk meminimalsir drama buka-tutup
di parkiran sepeda, gue bakal kasih tahu ke kalian cara unlock parkiran sepeda deh.
- Tekan nomer parkiran yang tertera di besi tempat memarkir sepeda
- Setelah itu tekan tombol hijau yang ada di bawah
- Masukkan uang 1000 yen ke dalam mesin deposit
- Kunci sepeda akan otomatis terbuka dan sepeda sudah bisa langsung diambil.
Semudah itu, genks. Biaya parkirnya
memang mahal, tapi nggak ada batasan waktu. Jadi kalau berlama-lama pun nggak
masalah.
Bertemu Orang Jepang Baik dan Ramah
Siapa bilang orang Jepang itu
nggak ramah? Setidaknya itulah yang salah seorang teman katakan beberapa tahun
lalu ketika ia baru saja kembali dari Jepang. Namun, hal ini gue patahkan
setelah gue bertemu bapak-bapak baik yang kami temui di Arashiyama. Jadi nggak
bijak rasanya kalau mengenalisir suatu hal secara instan.
Saat jam sudah menunjukkan pukul
setengah lima sore, gue dan Ulfa bergegas kembali ke tempat penyewaan sepeda
dengan menerjang gerimis yang mmebuat udara semakin dingin. Bahkan cardigan
yang dikenakan pun serasa nggak berguna.
Kedatangan kami untuk
mengembalikan sepeda lagi-lagi disambut dengan ramah oleh bapak-bapak petugas.
Gue meilirik ke sekitar, belum tampak Rima dan kakaknya di sana. Seorang bapak
menghampiri, memberi isyarat sambil terus nyerocos dalam bahasa Jepang yang
kami nggak megerti. Tangannya menunjuk-nunjuk kea rah museum yang ada di
samping stasiun.
Tak berapa lama kemudian, Rima
dan kakaknya muncul sambil dipayungi bapak-bapak petugas yang lain. Sambil
terengah-engah, dia menceritakan bahwa mereka habis diajak ke museum itu sama
bapak-bapak yang bertugas di tempat penyewaan sepeda. “Gratis, Oma!,”kata Rima
kegirangan.
Wah, gue datang kurang cepat
rupanya. Lumayan kan bisa masuk museum gratis. Sebagai #SobatMissqueen ini
merupakan suatu kehormatan. :D
Sambil menunggu hujan yang
semakin lebat, Ulfa dan Rima meminta izin untuk diberikan lapak yang akan
digunakan shalat. Berhubung bapak-bapak ini nggak megerti maksud kami, akhirnya
mereka memanggil seorang wanita yang sedang bertugas di dalam. Gue dan teman-teman
hanya melihat mereka ngobrol sebentar. Kurang lebih mungkin obrolannya begini:
Bapak: “Iki wong njaluk opo, toh?
Ora mudeng, wis sana ira bae sing ngomong”
Wanita itu langsung menyapa dan
kami langsung mengutarakan maksud yang sudah kami sampaikan ke bapak-bapak
tadi. Dia langsung mengerti dan menjelaskan bahwa mereka nggak punya ruangan
untuk beribadah, tapi menawarkan alternatif untuk menggunakan space di antara
parkiran sepeda dengan alas terpal. “That’s perfect,” jawab gue begitu
ditawarkan hal tersebut. Kalau Idul Fitri saja kadang shalat di lapangan cuma pakai
alas koran, kan? Demi menghemat waktu, kami shalat bergantian.
Begitu selesai shalat, hujan
belum juga reda. Di sela-sela itu, salah seorang dari mereka juga sempat
bercerita mengenai keluarganya sambil menunjukkan foto-foto anaknya yang
ganteng. Rima langsung ngoceh pakai Bahasa Indonesia, “Kenalin bisa kali pak ke
gue , anaknya ganteng, oma”. Ada pula yang baru saja liburan ke Bali tiga
minggu sebelumnya. Seruuu.. Meskipun dengan bahasa Inggris terbatas, tapi kami
mengerti dan mereka juga.. nggak tahu deh ngerti kami ngomong apa atau nggak.
Karena takut kami kemalaman, akhirnya
mereka memberikan jas hujan berwarna pink kepada kami. Jas hujan Jepang bagus, genks! (baca: norak). Ditambah lagi, kami
diantarkan oleh salah seorang dari mereka sampai ke stasiun. Wah, kebaikannya
nggak akan kami lupakan. Sayonara, Oji-san!
3 Comments
Seru sekali bersepeda keliling-keliling di Jepang.. Inginku seperti itu haha, semoga bisa terlaksana😍
ReplyDeleteChallenging juga ya perkara markirin sepeda doang di Jepang. Pas aku sepedaan di Ayutthaya sama Siem Reap mah bebas, wkwkwk.
ReplyDeleteKalo dari cerita-cerita yang kudenger, orang Jepang memang dikenal ramah kak. Tapi alangkah baiknya tidak menerapkan ramah dan tidak ramah pada seisi bangsa sih, karena keramahan itu personal matter. Orang2 Singapore sama Malaysia yang sering dibilang judes aja menurut gue ramah-ramah aja dan helpful.
That's why gue jelaskan di tulisan atas kalau pendapat teman gue yang bilang orang Jepang gak ramah, bisa gue patahkan. Karena gak baik juga genelarisir bangsa hanya karena abis ketemu 1 orang.
DeletePlease notice: Subscribe to my blog before you leave a comment. Any active link on comment will be automatically deleted. Thank you for reading!