Kaget pas tahu positif covid? Nggak sama sekali. Setelah dua
tahun pandemi, akhirnya tubuh gue menyerah juga sama corona. Varian Wuhan
lolos, varian Delta lolos, malah kena Omicron. Bagaimana rasanya? Mantab!
Saat menulis tulisan ini, keadaan gue sudah dalam
status negatif covid. Tepatnya tujuh hari setelah dinyatakan negatif dengan PCR
test. Sejujurnya nggak kaget pas tahu positif covid. Gue cuma bisa berpasrah.
Begitu menerima pesan WhatsApp berisi hasil PCR test yang menyatakan gue
positif, gue langsung berusaha tidur.
Bergejala CIVID-19 Sejak Kapan?
Awalnya tanggal 5 Februari
malam, bokap sudah mengeluh meriang. Sampai Minggu malam pun hanya selimutan.
Katanya menggigil. Keponakan gue lagi main ke rumah pun dicuekin.
Tumben-tumbenan. Di hari yang sama, nyokap juga batuk-batuk.
Gue nggak melihat ada yang
aneh. Karena mereka memang sering banget sakit kayak gitu. Apalagi nyokap,
sering banget batuk dari sebelum pandemi. Gue sudah menyuruhnya pakai masker
karena ada balita juga. Tapi dia malah pakai masker kain. Gue omelin dah tu ya,
supaya ganti ke masker medis.
Minggu siang gue mulai
gatal tenggorokan. Batuk masih jarang-jarang. “Wah, ketularan emak gue ini mah,”
pikir gue. Sampai keponakan gue pulang ke rumahnya di Tangerang, gue masih
pakai masker. Nyokap masih harus diingatkan. Kondisi bokap masih tidur,
badannya demam.
foto yang gue ambil tanggal 7 februari |
Senin tanggal 7 Februari,
gue berangkat ke kantor seperti biasa. Tubuh terasa baik-baik saja sampai
menjelang jam makan siang, tiba-tiba gue merasa lelah dan ngantuk banget. Mulai
merasa meriang, greges gitu dah. Akhirnya gue tiduran saja di kursi kerja gue.
Teman-teman yang biasa ngumpul bareng pas jam makan siang, gue larang dulu
untuk ngumpul di tempat gue. Sejak pandemi memang kita sudah biasakan untuk
saling jaga jarak kalau badan lagi nggak enak.
Ketika ambil wudhu di
toilet, begitu mau mengeringkan tangan di handdryer, tiba-tiba tubuh gue
menggigil hebat. Sekujur tubuh langsung kaku, berdiri setengah meringkuk di
dekat jendela toilet yang punya pemandnagan menghadap Bundaran HI.
Gue mau menghubungi teman
buat nolongin gue juga nggak bisa, nggak bawa handphone ke toilet. Di dalam
bilik toilet pun nggak ada orang sama sekali. Akhirnya gue hanya bisa menggigil
sendirian di toilet sampai agak baikan. Sekitar pukul 14:00 gue whatsapp head
divisi gue untuk minta izin kalau misalkan besok nggak bisa datang ke kantor
karena di hari itu saja gue sudah bergejala. Jadi harus tes swab dulu, minimal
ke dokter untuk minta surat izin dokter biar bisa istirahat.
Gue balik kerja pukul
15:30, langsung bergegas ke Stasiun Sudirman. Kepala pusing kliyengan, ngeri
banget pingsan di tengah jalan. Naik KRL pun baru dapat tempat duduk di Stasiun
Tebet, dari hasil rebutan dengan penumpang lain. Mata gue paksakan untuk tidur
meskipun tubuh dari bagian pinggang ke kaki terasa sakit.
Begitu tiba di Bogor, gue
sudah dijemput adik dan langsung diantarkan ke klinik 24 jam langganan untuk
tes antigen. Ternyata kliniknya penuh, nggak seperti biasanya. Akhirnya gue
memutuskan untuk segera pulang ke rumah karena sudah nggak kuat berdiri lama
juga. Gue mampir ke apotek dulu untuk beli sanmol forte dan nalgestan.
Setibanya di rumah, gue ke
kamar mandi untuk cuci kaki dan tangan. Tapi malah mendadak menggigil jauh
lebih hebat dibandingkan dengan tadi siang. Gue buru-buru ke kamar untuk cari
selimut dan langsung meringkuk kedinginan di atas kasur. Nyokap langsung
nyelimutin gue doble. Sumpah, itu kena udara dikit saja langsung menggigil
lagi.
Gue minumin sanmol dan
nalgestan. Kemudian tertidur sampai Isya, terbangun karena kehausan. Lalu
lanjut tidur lagi sampai keesokan paginya.
Jadi kalau ditanya sejak
kapan bergejala? Ya kira-kira sejak tanggal 7 Februari ini. Gue baru bisa PCR
di tanggal 9 Februari, karena pas tanggal 8 Februari ini hujan seharian dan gue
belum bisa berdiri lama. Jalan ke toilet saja oleng, wak!
Akhirnya Dinyatakan Positif Covid-19
Gue kembali lagi ke klinik
24 jam sekitar pukul 8 pagi. Sudah dua hari nggak masuk kerja tanpa kejelasan
sakit apa tuh malah tambah pusing. Karena tiap pagi ditanyain terus sudah bisa
masuk atau belum. Orang-orang yang harus gue kabari kalau gue nggak bisa masuk
juga bukan hanya satu atau dua orang, tapi sembilan orang. Kalau kondisi tubuh
nggak sakit sih, nggak masalah, wong cuma
whatsapp aja kan. Lah ini kepala gue kliyengan, megang hp juga nggak bisa
terlalu lama.
Gue konsultasi ke dokter,
nggak langsung minta PCR. Pas di akhir pemeriksaan, gue didagnosa dengan gejala
demam dan infeksi saluran pernapasan. Butuh bed
rest selama beberapa hari. Gue inisiatif untuk ditambah PCR tes yang sehari
langsung keluar hasilnya. Supaya keesokan paginya gue nggak ditanyain lagi
sudah bisa masuk atau belum di tengah-tengah jam tidur. Harga PCR nya lebih
mahal, harganya Rp. 365ribu. Kalau yang jadinya keesokan hari, harganya normal
Rp. 275ribu.
Total biaya berobatnya Rp.
480ribu, sudah termasuk PCR. Gue diresepkan beberapa obat juga. Biaya konsultasi
dokternya mah murah, hanya Rp. 15ribu. Kemudian gue pulang ke rumah sambil
deg-degan seharian menanti hasil PCR.
Gue sudah yakin kalau gue
positif, sih. Soalnya gejalanya mengarah ke covid semua. Jadi kalaupun nanti
gue lihat hasil PCRnya positif, nggak bakal sekaget itu. Benar saja, pukul
22:00 hasilnya dikirimkan ke whatsapp. Hasil PCR positif dengan CT Value 19.
Lumayan rendah dan ini nggak bagus. Semakin rendah CT Value, semakin berpotensi
menularkan ke orang lain.
Keesokan harinya nyokap
langsung lapor RT dan grup whatsapp ibu-ibu komplek. Gue juga mengabarkan semua
orang di kantor yang berkaitan dengan pekerjaan gue. Nggak lupa juga announce
di instastories. Bukan buat pamer, tapi buat ngasih tahu barangkali ada
orang-orang yang gue temui atau berinteraksi di hari Senin lalu dengan gue.
Biar mereka lebih waspada, jika ada gejala muncul bisa segera cek juga.
Belajar dari pengalaman
saat tahun 2020 lalu, gue kumpul-kumpul dengan teman-teman di akhir tahun. Kurang
lebih 3-4 hari setelah itu, ada salah satu teman yang dinyatakan positif tapi
dia nggak ngabarin gue dan teman-teman lain. Jadi gue pun tahunya dari teman
satunya lagi. Padahal ada grup whatsapp yang orang-orangnya 90% ikut acara
ngumpul ini, tapi dia nggak ngasih tahu.
Kalau dia ngasih tahu kan
gue bisa tes lebih cepat. Gue dikabari Sabtu sore. Saat itu belum banyak tempat
tes antigen. Harganya pun masih Rp. 250,000 dan hari Minggu tutup untuk tes
antigen. Alhasil gue baru bisa tes di hari Senin. Bayangin aja deh dua hari gue
kepikiran, mana tinggal sama orangtua juga. Jadi gue mengasingkan diri di kamar
dulu selama dua hari.
Jadi begitu gue positif,
gue nggak mau kayak teman gue ini yang diam-diam saja begitu positif. Nggak
mikirin orang-orang yang habis kontak erat sama dia. Kalau dia ngasih tahu gue
dan teman-teman lain lebih cepat, gue bisa tes Sabtu pagi. Sehingga gue nggak
perlu kepikiran selama dua hari.
Tebus Obat Gratis dari Kemenkes
Sebelum kalian tes PCR,
pastikan cek terlebih dahulu nama laboratorium tempat kalian akan tes nanti.
Untuk case gue, gue tes di klinik 24
jam yang memakai rekanan laboratorium lain. Jadi tanya dulu saja di meja
pendaftaran apakah laboratorium mereka sudah terdaftar di Litbang Kemenkes.
Bisa juga kalian tanya ke
kliniknya apa nama laboratoriumnya. Lalu kalian cek sendiri di link ini https://www.litbang.kemkes.go.id/laboratorium-pemeriksa-covid-19/
Supaya apa? Biar hasil PCR
kalian nanti langsung terdata di Kemenkes dan dapat whatsapp dari Kemenkes
untuk tebus obat gratis. Harga obat anti virusnya lumayan mahal, kalau ada yang
gratis, kenapa harus bayar?
Setelah menerima hasil tes
PCR melalui whatsapp, sejam kemudian gue menerima whatsapp dari Kemenkes. Data
gue sudah diinput langsung oleh orang Lab, jadi terkoneksi dengan Kemenkes data
positifnya ini.
Pesan whatsappnya berisi
link untuk konsultasi telemedicine. Ada Halodoc, Alodoc, Trustmedis, ProSehat,
KlinikGo, SehatQ, AIDO Health, Vascular Indonesia, KlikDokter, Mdoc, YesDok,
Lekasehat, Milvik Dokter, Homecare24, Link Sehat, GetWell, dan Good Doctor.
Gue pilih Halodoc karena
kebetulan sudah ada aplikasinya di handphone. Kalau kalian mau coba pakai
aplikasi berbeda juga silakan saja. Gue share yang sesuai pengalaman ya.
Cara Tebus Obat Gratis Kemenkes di Halodoc
Buka aplikasi Halodoc,
pilih menu dokter covid. Setelah itu akan muncul daftar nama-nama dokter yang
khusus menangangi keluhan covid-19 ini. Pilih saja salah satunya. Gue pilih
secara acak saja, yang ada fotonya. Klik “Chat”
Di tahap ini pasti akan
muncul total pembayaran Rp. 10,000, untuk mengubahnya jadi gratis, klik tulisan
“Lebih hemat dengan kode promo”. Masukkan kode kopo “ISOMAN”. Otomatis mnanti
total pembayarannya akan berubah jadi FREE alias gratis. Langsung proses pembayarannya.
Setelah itu akan terhubung
chat dengan dokter yang sudah dipilih tadi. Nggak usah banyak basi-basi sih di
chat ini. Tinggal bilang saja gejalanya apa saja. Gue sebutkan gejala gue
demam, batuk, badan ngilu, meriang, menggigil, terakhir tensi pas di klinik 24
jam sekitar 143 (lumayan tinggi, bok).
Dokternya akan langsung
memberikan resep digital. Buka resepnya, klik tanda titik tiga di pojok kanan
atas. Pilih unduh resep. Pastikan tampilan resepnya seperti yang gue tampilkan
di bawah ini ya. Ada nama lengkap pasien di pojok kiri bawah. Jika sudah
diunduh resepnya, segera screenshot ya.
Buka kembali isi pesan whatsapp
dari Kemenkes. Pesanya biasanya sampai paling cepat satu jam setelah dinyatakan
positif. Klik link https://isoman.kemenkes.go.id.
Isi semua kolom datanya dan upload foto screenshot resep tadi. Jika sudah
berhasil, obat akan segera dikirimkan dari apotek kimia farma terdekat.
Obatnya akan dikirimkan ke
alamat yang kalian masukkan di formulir tadi. Biasanya paling cepat H+1 sudah
tiba di rumah kok. Meskipun obat yang diresepkan ke gue ada cukup banyak, tapi
yang dikirimkan ke gue hanya terdiri dari tiga jenis obat saja. Di antaranya
yaitu Favipiravir 200 mg, parasetamol, dan multivitamin. Sementara sisa obat
yang nggak dikirimkan oleh Kemenkes ini bisa dibeli di Halodoc ataupun layanan
telemedicine lain yang kalian gunakan.
Sejujurnya gue nggak minum
obat favipiravir sampai habis, hanya enam butir saja. Setelah gue baca, obat
ini tergolong obat keras, sementara pas obat datang, kondisi badan gue sudah
mulai membaik.
Berapa Lama Isoman hingga Negatif Covid-19?
Kalau dihitung dari hari
di mana gue dinyatakan positif di tanggal 9 Februari dan negative di tanggal 17
Februari, maka genap 10 hari sudah gue isoman. Tapi kalau dihitung dari hari
pertama kali gue bergejala, totalnya 12 hari.
Selama dua hari pertama
gue minum sanmol forte dan nalgestan dua kali sehari. Lalu minum obat batuk
fluimucil berbentuk sirup tiga kali sehari sejak tanggal 10. Antibiotik yang
diresepkan dokter dari klinik 24 jam juga gue habiskan. Vitamin D3 1000iu merk NOW dan vitamin C Holisticare setiap pagi. Buah-buahan tiap pagi, biasanya apel
atau pear. Siangnya makan jeruk. Malam minum madu satu sendok makan.
Gue nggak mengalami anosmia
sama sekali. Makanpun lahap saja, kecuali di hari pertama, maag gue sempat
kambuh jadi hanya sedikit. Nggak bisa berjemur karena rumah gue kan nggak ada
pagarnya ya, dan hampir setiap pagi ada saja anak-anak yang lalu lalang main di
sekitar rumah. Jadi daripada gue membahayakan orang lain, mending berdiam diri
di kamar saja. Apalagi karena minum antibiotic, jadi bawaannya ngantuk mulu.
Dari pengalaman yang gue
alami, istirahat yang banyak itu penting sekali. Jujur memang badan gue merasa
lelah sekali akhir-akhir ini. Sejak Januari sudah sering nggak enak badan.
Anggap saja imun gue juga lagi nggak bagus. Minum vitamin saja sudah kendor.
Jadi mungkin inilah titik di mana si virus mulai menerobos pertahanan gue.
Dari pihak puskesmas juga
langsung menghubungi gue via whatsapp. Gue ditangani oleh bidan Liana dan dia responsif banget. Dua hari setelah dinyatakan positif, keluarga serumah disuruh PCR di
puskesmas dan hasilnya kedua orangtua gue juga positif, adik gue negatif. Tapi
hasilnya keluar cukup lama, mungkin karena lagi ramai juga. Mereka test tanggal
11 Februari dan hasilnya diberitahu tanggal 17 Februari, hari di mana gue dinyatakan
sudah negatif.
Setelah 10 hari isoman,
gue tes PCR lagi dan dinyatakan negatif. Status di Pedulilindungi juga sudah
berubah H+1 setelah gue dinyatakan negatif. Jangan lupa juga untuk minta surat
pernyataan selesai isoman dari Puskesmas ya.
Jadi buat kalian yang sedang berjuang melawan covid-19, tetap semangat ya. Berpasrah saja, jangan terlalu dipikirin, yang penting ikhtiar tetap jalan. Makan yang banyak, minum obat dan vitamin yang rutin.
Jangan ragu juga untuk lapor ke RT. Alhamdulillah
lingkungan gue suportif, sehari setelah dinyatakan positif, bu RT datang ke
rumah mengantarkan sembako dan obat-obatan. Belum lagi teman-teman perhatian
banget mengirimkan makanan banyak banget. Sampai ada beberapa yang sengaja
nggak gue kasih alamat rumah gue biar nggak perlu repot kirim lagi. Takutnya
mubazir kalau kebanyakan, yang terpenting doa.
Semoga pandemi segera
berlalu ya dan kalian sehat selalu di manapun kalian berada. Aamiin.
Stay safe, stay healthy!
0 Comments
Please notice: Subscribe to my blog before you leave a comment. Any active link on comment will be automatically deleted. Thank you for reading!